Senin, 19 Mei 2014

Masyarakat Multikultural



MASYARAKAT MULTIKULTURAL
A. FAKTOR YANG DAPAT MEMENGARUHI TERBENTUKNYA MASYARAKAT MULTIKULTURAL.

1. Faktor Kondisi Geografis
Tentunya kamu telah mengetahui bahwa negara kita berbentuk kepulauan bukan? Dalam kenyataannya memang negara kita sangat luas yang terdiri dari puluhan ribu pulau yang masing-masing dipisahkan oleh lautan. Di samping itu, fenomena alam pada masing-masing pulau seperti curah hujan, suhu, keadaan kelembaban udara, dan reliefnya juga tidak sama.

Perbedaan-perbedaan yang menyangkut keadaan alam di negara kita ini disadari atau tidak telah memengaruhi keanekaragaman masyarakatnya. Masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan memiliki upaya sendiri untuk mempertahankan hidupnya, dengan lebih memilih mata pencaharian yang berkaitan dengan relief alam pegunungan, dan akhirnya mereka melahirkan kebudayaan sendiri. Begitu pula dengan orang-orang di tepi pantai, mereka tidak mungkin akan sama usahanya dengan orang-orang yang tinggal di lereng pegunungan. Mereka lebih memanfaatkan laut untuk mempertahankan hidupnya atau untuk menggali sumber pendapatan mereka, yaitu dengan menjadi nelayan.

Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang hidup di kota? Tentunya orang-orang yang tinggal di kota dengan relief yang berbeda dengan yang telah disebutkan di atas, tidak akan menjadi nelayan, penebang hutan atau petani, karena mereka telah dikondisikan oleh keadaan geografis mereka untuk tidak bekerja seperti itu, melainkan dengan membuka usaha, bekerja di kantor, mengajar, dan lain sebagainya.
           
Pada dasarnya, keadaan alam atau geografis suatu wilayah tidak menentukan kebudayaan suatu masyarakat, melainkan hanya pada corak kebudayaannya. Corak kebudayaan tersebut muncul dari kepribadian orang-orang yang hidup di sekitarnya. Misalnya, seorang nelayan memiliki corak kebudayaan yang ditandai dengan kepribadian yang keras, karena kehidupannya selalu dekat dengan ombak yang menderu, angin yang kencang, dan lain sebagainya.

2. Pengaruh Kebudayaan Asing
Letak negara kita secara geografis memang sangat strategis. Bagaimana tidak? Kalau kita coba mengingat sejarah, Indonesia merupakan jalur perdagangan internasional yang menghubungkan antara Eropa dengan Cina dan Jepang. Selain itu, letak negara kita yang berada di antara dua samudra besar, yaitu samudra Hindia dan Pasifik, serta dua benua besar, yaitu Benua

Asia dan Australia merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa asing untuk singgah, bahkan menetap di sini. Posisi demikian ini sangat memengaruhi masuknya budaya asing ke negara kita. Melalui para pedagang asing, pengaruh kebudayaan dan agama masuk ke negara kita. Masih ingatkah kamu bagaimana Islam masuk ke Indonesia? Islam pertama kali masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan yang memanfaatkan kondisi geografis Indonesia. Pada saat itu banyak para pedagang dari Gujarat yang singgah di pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia. Sambil berdagang mereka menyebarkan ajaran agama Islam kepada penduduk di sekitar pelabuhan untuk kemudian disebarluaskan ke seluruh penjuru pulau tersebut.

Namun bukan hanya itu saja yang dapat mempermudah masuknya budaya asing ke negara kita. Keterbukaan masyarakat kita dalam menerima budaya asing juga dapat memengaruhi terjadinya masyarakat multikultural. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, pengaruh kebudayaan asing dapat dengan mudah masuk ke negara lain. Saat ini, budaya asing terutama teknologi yang bersifat praktis masuk dengan mudahnya ke negara kita. Hal ini karena masyarakat kita begitu terbuka dan merasa terbuai dengan kemudahan-kemudahan teknologi untuk membantu kehidupan mereka.

Budaya asing terutama teknologi sebenarnya memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia. Misalnya pemanfaatan internet sebagai media pendidikan. Tanpa kita sadari, internet seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Misalnya mengakses situs porno, pembajakan kartu kredit, atau transaksi ilegal.


3. Iklim yang Berbeda
Iklim yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain akan menimbulkan kondisi alam yang berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan ini, maka secara langsung maupun tidak akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia dalam menyesuaikan diri dengan iklim tersebut. Hal ini terutama berhubungan dengan pemanfaatan iklim untuk menentukan sistem mata pencaharian hidup mereka, pakaian, makanan pokok dan lain-lain. Tahukah kamu apakah akibat? Tentunya akan terbentuk masyarakat yang multikultural berdasarkan iklim dan cuaca yang ada di wilayah tersebut.

Perbedaan iklim di dunia akan menyebabkan masyarakat yang berada di tempat dengan iklim tertentu akan berusaha menyesuaikan diri. Terutama dalam hal mata pencaharian hidup dan pola hidup sehari-hari, tentunya kebudayaan masyarakat juga akan menyesuaikan. Misalnya masayarakat yang hidup di daerah dengan iklim tropis mempunyai mata pencaharian di bidang agraris, pakaian yang dikenakan tidak terlalu tebal. Berikut ini adalah peta pembagian iklim di dunia. Simaklah baik-baik pembagiannya.

Masyarakat multikultural terdiri atas lebih dari dua kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan karakteristik yang didorong oleh latar belakang sejarah, kondisi geografis, dan pengaruh kebudayaan asing. Merujuk pada Pengertian masyarakat multikultural yang telah kita pelajari bersama pada subpokok bahasan sebelumnya, dapat kita lihat bahwa masyarakat multikultural merupakan bentuk keanekaragaman kelompok yang dapat dilihat dari ciri-ciri tertentu.

B. CIRI-CIRI MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Menurut Pierre L. Van den Berghe, ada beberapa ciri-ciri masyarakat multikultural, di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok yang seringkali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain.
  2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembagalembaga yang bersifat nonkomplementer.
  3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
  4. Secara relatif seringkali mengalami konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya.
  5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
  6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.

Dari karakteristik masyarakat multikultural yang dikemukakan oleh Pierre L. Van den Berghe tersebut, masyarakat di Indonesia dapat digolong-golongkan dengan menggunakan tolok ukur secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal atau lazim disebut dengan diferensiasi sosial ciri masyarakat multikultural didasarkan pada keanekaragaman ras, suku bangsa, dan agama. Sementara itu, secara vertikal atau lazim disebut dengan stratifikasi sosial, ciri masyarakat multikultural di antaranya dapat dilihat dari tolok ukur kriteria ekonomi, sosial, politik, dan masyarakat feodal. Penggolongan masyarakat Indonesia yang multikultural ini sekaligus menunjukkan adanya berbagai kelompok sosial yang ada dalam masyarakat tersebut.

1. Ciri Masyarakat Multikultural Dilihat secara Horizontal
Secara horizontal, masyarakat Indonesia yang multicultural  dapat dilihat dari ciri-ciri yang didasarkan pada ras, suku bangsa, dan agama.

a. Berdasarkan Ras
Masih segar dalam ingatanmu mengenai pembagian ras di dunia menurut A. L. Kroeber bukan? Coba kamu lihat kembali pada saat kita membahas diferensiasi sosial.

Berdasarkan pembagian tersebut, sebagian besar masyarakat di Indonesia termasuk dalam golongan ras Mongoloid, lebih khusus lagi Malayan Mongoloid. Dari ras tersebut, dapat digolongkan lagi menjadi beberapa subras untuk mengelompokkan masyarakat di Indonesia, yaitu subras Protomelayu dan Deutromelayu.

1) Subras Protomelayu (Melayu Tua) adalah subras yang pertama kali mendiami wilayah Nusantara ini. Atau dapat dikatakan subras yang pertama ada. Contohnya suku
Batak, Nias, Kubu, Dayak, dan Toraja.

2) Subras Deutromelayu (Melayu Muda) adalah subras pendatang setelah subras Protomelayu. Contohnya suku Jawa, Bali, Sunda, Madura, Minang, dan Bugis. Di samping itu, di Indonesia juga tinggal ras atau subras lainnya, yaitu Papua Melanesoid, Negrito, Asiatic Mongoloid, Weddoid, dan Caucasoid.

1) Subras Papua Melanesoid, termasuk dalam ras Negroid yang umumnya mendiami Pulau Papua, Pulau Aru, dan sekitarnya.
2) Subras Negrito, termasuk dalam ras Negroid pula, meliputi orang Semang di Semenanjung Malaka, dan orang Mikopsi di Pulau Andaman.
3) Subras Asiatic Mongoloid, yaitu etnis Cina yang tersebar di beberapa kepulauan di Indonesia.
4) Subras Weddoid, meliputi orang Sakai di Riau, orang Tomuna di Pulau Muru, orang Kubu di Sumatra Selatan, orang Mentawai di kepulauan Mentawai, dan suku Kulawi di Sulawesi Selatan.
5) Subras Caucasoid, meliputi orang-orang keturunan Arab, India, Pakistan, dan beberapa keturunan orang Eropa.

b. Berdasarkan Suku Bangsa
Masyarakat multikultural di Indonesia ditandai juga dengan adanya keanekaragaman suku bangsa (etnis). Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan suku bangsa atau etnis itu? Etnis adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan identitas tersebut akan dikuatkan oleh kesatuan bahasa.

Menentukan persebaran suku bangsa di Indonesia tidaklah mudah. Merujuk dari pendapat R. Naroll dan J.A. Cllifton, Koentjaraningrat menyebutkan ada beberapa prinsip yang dapat digunakan untuk menentukan batas-batas persebaran suku bangsa, termasuk kebudayaan-kebudayaan yang dimilikinya. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.
2) Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa.
3) Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh garis batas suatu daerah politikal administratif.
4) Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri.
5) Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografis yang merupakan kesatuan daerah fisik.
6) Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi.
7) Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami satu pengalaman sejarah yang sama.
8) Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang frekuensi interaksinya satu dengan yang lain tinggi.
9) Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam.

Lalu, bagaimana pembagian suku bangsa yang ada di Indonesia? Menurut beberapa ahli, pembagian suku bangsa yang tersebar di seluruh Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut.

Suku Bangsa di Indonesia
Dari beberapa suku bangsa di Indonesia seperti yang tersebut di atas sebenarnya masih sebagian kecil dari keseluruhan suku bangsa yang ada. Hal ini membuktikan bahwa persebaran suku bangsa atau etnis ini dipengaruhi oleh beberapa factor lingkungan alam seperti kondisi geografis, iklim, dan kesuburan tanah. Faktor-faktor tersebut akan memengaruhi pola adaptasi

masyarakat dengan tujuan untuk mempertahankan hidup. Namun demikian, terlepas dari hal itu semua, keragaman suku bangsa di Indonesia menandakan bahwa bangsa kita merupakan

c. Berdasarkan Agama atau Religi
Kamu tentunya mengetahui berbagai agama yang ada di negara kita bukan? Seperti telah dijelaskan pada awal perjumpaan kita di kelas XI lalu mengenai diferensiasi social berdasarkan agama, di negara kita terdapat beberapa agama yang hidup berdampingan satu sama lain. Setidaknya ada enam agama besar yang ada dan diakui keberadaannya, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, serta Kong Hu Chu. Di samping itu terdapat pula aliran kepercayaan yang keberadaannya diakui pula oleh masyarakat. Tidak sedikit masyarakat kita juga menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di luar agama yang telah ada. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan kita bahas bersama keanekaragaman agama dikaitkan dengan suku bangsa yang ada di Indonesia sebagai gambaran untuk memudahkanmu dalam memahami kelompok sosial dalam masyarakat multikultural.

1) Suku Jawa
Agama resmi yang dianut oleh masyarakat Jawa adalah Islam, Katolik, Kristen Protestan, sebagian kecil Hindu dan Buddha, serta beberapa penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Jawa, dianut dua istilah mengenai agama Islam, yaitu Islam santri dan Islam kejawen (abangan). Islam santri adalah penganut yang patuh dan teratur dalam menjalankan ajaran-ajarannya, sedangkan Islam kejawen tidak teratur dalam menjalankan ajaran agamanya, tetapi percaya kepada kekuatan ajaran keimanan agama Islam.

Kehidupan orang Jawa, meskipun telah memeluk salah satu agama yang pasti, namun tidak pernah luput dari pengaruh animisme dan dinamisme. Dua Bentuk kebudayaan itu sudah ada sebelum agama-agama besar tersebut masuk ke Indonesia. Animisme merupakan kepercayaan akan adanya kekuatan roh nenek moyang yang ada di alam semesta, sedangkan dinamisme merupakan kepercayaan akan benda-benda gaib yang memiliki kekuatan tertentu.

2) Suku Mentawai
Pada suku bangsa ini, sebagian besar masyarakatnya memeluk agama Kristen dan Katolik, serta sebagian kecil memeluk agama Islam. Meskipun telah mengenal agamaagama tersebut, masyarakat Mentawai masih menganut nilai-nilai tradisi lama yang cukup mengakar kuat dalam kehidupan mereka seperti pada konsepsi mengenai roh dan jiwa berikut ini.

a) Ketsat, yaitu kesaktian dari roh nenek moyang.
b) Sabulangan, yaitu makhluk halus yang melepaskan diri dari tubuh manusia yang meninggal dan pergi ke dunia roh atau yang hidup di sekitar tempat tinggal manusia dalam bumi, air, udara, pohon besar, hutan, dan tempat-tempat lainnya.
c) Simagere, yaitu jiwa yang menyebabkan orang hidup.
d) Kere, yaitu kekuatan sakti.
e) Kina, yaitu roh yang tinggal dalam rumah dan melindungi rumah.
f) Sanitu, yaitu roh-roh jahat yang suka mengganggu orang dan membawa penyakit, serta bencana.
g) Taikamanua, yaitu pemimpin dari negara roh.

3) Suku Batak
Sebagian besar orang Batak memeluk agama Kristen Protestan dan Katolik, serta sebagian kecil beragama Islam. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa konsepsi yang bersumber dari nilai-nilai tradisi masyarakat setempat berkaitan dengan religi mereka, di antaranya adalah sebagai berikut.

a) Konsepsi Mengenai Pencipta
Orang Batak memiliki konsepsi bahwa alam dan segala isinya ini diciptakan oleh Debata (Ompung) Mulajadi na Bolon (Dibata Kaci-Kaci dalam bahasa Karo). Ia tinggal di atas langit dan memiliki nama lain sesuai dengan tugas dan tempat kedudukannya. Penguasa dunia tengah yang bertempat tinggal di dunia ini bernama Silaon na Bolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo), sedangkan penguasa dunia makhluk halus bernama Pane na Bolon (Toba) atau Tuan Banus Koling (Karo). Selain itu juga dikenal penguasa matahari yang disebut dengan Sinimataniari, serta penguasa bulan dan pelangi yang disebut dengan Beru Dayang.

b) Konsepsi Mengenai Jiwa, Roh, dan Dunia Akhirat
Ada tiga konsep yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu tondi, sahala, dan begu.
(1) Tondi adalah kekuatan yang memberi hidup kepada bayi (calon manusia) dan terdapat pada semua orang tanpa kecuali.
(2) Sahala adalah kekuatan yang menentukan wujud dan jalan hidup seseorang. Sahala ini berbeda-beda bagi tiap orang dalam jumlah dan kualitasnya.
(3) Begu adalah kekuatan yang memberi hidup pada orang yang sudah meninggal.

4) Suku Nias
Orang-orang Nias sebagian besar memeluk agama Kristen Protestan. Agama lain yang dipeluk oleh orang Nias adalah Islam, Katolik, Buddha, dan Pelebegu. Pelebegu adalah nama agama asli yang diberikan oleh pendatang yang berarti penyembah roh. Nama yang diberikan oleh penganutnya sendiri adalah Molohe Adu (penyembah adu). Dewa-dewa terpenting dalam Pelebegu adalah sebagai berikut.
a) Lowelangi, yaitu raja segala dewa dari dunia atas.
b) Latura Dano, yaitu raja dewa dunia bawah dan saudara tua Lowelangi.
c) Silewe Nasarata, yaitu istri Lowelangi yang berperan sebagai pelindung pada ere (pemeluk agama).

5) Suku Bugis–Makasar
Untuk suku Bugis dan Makassar ini, sebagian besar dan hampir seluruhnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Namun demikian, masyarakat Bugis–Makassar yang tinggal di daerah pedesaan masih terikat sistem norma adat yang masih sakral yang keseluruhannya mereka sebut sebagai penggaorreng (panggadakkang dalam bahasa Makassar). Sistem ini terdiri dari lima unsure pokok dari ayat keramat tersebut yang terjalin satu sama lain sebagai satu-kesatuan organis dalam alam pikiran orang Bugis–Makassar. Kelima unsur pokok itu adalah ade’, bicara, rapang, wari’, dan sara’.

a) Ade’, secara khusus terdiri dari Ade’akkalabinengeng dan Ade’tana.
(1) Ade’akkalabinengeng adalah norma mengenai hal-hal perkawinan dan mengatur segala urusan kekerabatan.
(2) Ade’tana adalah norma mengenai hal ihwal kenegaraan dan memerintah negara.
b) Bicara, yaitu unsur yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan masalah peradilan.
c) Rapang, berarti contoh, perumpamaan, kiasan, atau analogi. Rapang berwujud perumpamaan yang memiliki maksud menjaga kelangsungan tertib social dalam masyarakat.
d) Wari’, yaitu bagian yang melakukan klasifikasi dari denda, peristiwa, dan aktivitas masyarakat.
e) Sara’, yaitu bagian yang mengatur pranata-pranata dan hukum Islam, serta dapat melengkapi keempat unsur lainnya.

Pada masa pra-Islam, orang Bugis–Makassar ini sudah memiliki religi seperti yang tampak dari Sure’Galigo, yang sebenarnya telah mengandung kepercayaan kepada satu dewa yang tunggal yang disebut dengan beberapa nama, seperti Patoto-e (yang menentukan nasib), Dewata Seuwa-e (Dewa yang tunggal), dan Turie a’rana (kehendak tertinggi).

2. Ciri Masyarakat Multikultural Dilihat secara Vertikal
Secara vertikal, masyarakat Indonesia yang multicultural dapat dilihat dari ciri-ciri yang didasarkan pada kriteria ekonomi pada zaman industri modern dan kriteria feodal.

a. Berdasarkan Kriteria Ekonomi pada Zaman Industri
Modern
Pada masa sekarang ini, penentuan kelas sosial tidak lagi hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun juga ditentukan oleh aspek lain seperti aspek profesionalitas seseorang. Karena pada zaman industri modern ini, hal yan lebih dikedepankan adalah penghargaan terhadap prestasi dan kreativitas seseorang dalam bidangnya yang dapat memberikan kontribusi yang berarti pada tempat ia bekerja. Sehingga, kriteria kepandaian atau kepemilikan modal saja belum cukup untuk dipakai sebagai pedoman dalam pengelompokan masyarakat. Pengelompokan masyarakat pada zaman industri modern ini lebih mengarah pada aspek profesionalitas.

b. Berdasarkan Kriteria Feodal
Secara umum, pembagian masyarakat berdasarkan criteria ini adalah masyarakat yang masih menggunakan system kerajaan. Tahukah kamu beberapa wilayah di Indonesia yang masih menganut sistem tersebut? Di antaranya adalah Surakarta, Jogjakarta, Aceh, Kutai Banjar, Cirebon, dan lain sebagainya.

Ada beberapa pola dasar masyarakat feodal, yaitu sebagai berikut.
1) Raja dan kaum bangsawan yang merupakan pusat kekuasaan yang harus ditaati oleh warganya karena memiliki hak istimewa (privelese).
2) Terdapat lapisan utama, yaitu raja dan kaum bangsawan, serta lapisan di bawahnya, yaitu rakyatnya.
3) Adanya pola ketergantungan, di mana kaum feodal (raja dan kaum bangsawan) sebagai tokoh panutan yang harus disegani, sedangkan rakyat harus selalu menghamba dan berada pada pihak yang selalu dirugikan.
4) Terdapat pola hubungan yang diskriminatif, di mana kaum feodal bebas memperlakukan rakyatnya dengan sewenang-wenang.
5) Sistem stratifikasi tertutup pada golongan bawah.

c. Berdasarkan Kriteria pada Masa Kolonial Belanda
Masyarakat di Indonesia pada masa penjajahan dibagi ke dalam tingkatan-tingkatan berdasarkan ras. Dan hal itu juga berpengaruh pada kesempatan di dalam kehidupan ekonomi. Misalnya yang boleh menjadi pedagang besar hanyalah golongan teratas, sedangkan golongan yang paling bawah hanya boleh menjadi pedagang kecil. Lapisan tersebut dapat kamu lihat pada bagan di samping.

d. Berdasarkan Kriteria pada Zaman Pendudukan Jepang
Pada masa ini, Jepang menempatkan golongannya pada strata paling atas. Berikutnya adalah Bumiputera, sedangkan Cina dan Eropa berada pada lapisan terbawah. Hal ini dimakasudkan untuk menarik simpati warga Bumiputera agar mendukung Perang Asia Timur Raya. Pelapisan tersebut dapat kamu lihat pada bagan di samping.

e. Berdasarkan Kriteria Pertanian
Dalam masyarakat pertanian, pengelompokan masyarakat menggunakan kriteria kepemilikan tanah. Biasanya golongan teratas ditempati oleh pembuka tanah (cikal bakal). Kelompok ini dan keturunannya dianggap sebagai golongan elit oleh masyarakat. Lapisan berikutnya ditempati  oleh kelompok orang-orang kaya dan memiliki tanah banyak. Kelompok ini disebut dengan kuli kenceng.

Kemudian lapisan berikutnya ditempati kelompok yang memiliki tanah sedikit dan hasilnya hanya untuk konsumsi sendiri. Kelompok ini disebut dengan kuli kendho. Dan lapisan paling bawah ditempati kelompok orang yang tidak memiliki tanah, namun tetap bekerja di sector pertanian yang disebut buruh tani. Untuk lebih jelasnya dapat kamu lihat pada bagan di samping.

Selain kriteria di atas, berikut ini mari kita bersama-sama mempelajari berbagai stratifikasi sosial dalam masyarakat dilihat dari beberapa suku bangsa yang ada di Indonesia sebagai gambaran untuk memudahkanmu dalam memahami berbagai kelompok sosial dalam masyarakat multikultural.

a. Stratifikasi Sosial Masyarakat Aceh
Ada dua sistem penggolongan masyarakat Aceh yang dianut, yaitu sebelum dan sesudah Indonesia merdeka.
1) Sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Aceh dikelompok- kan sebagai berikut.
a) Golongan raja atau datuk.
b) Golongan uleebalang atau hulubalang.
c) Golongan ulama, termasuk kadhi dan imam.
d) Golongan rakyat biasa.
2) Setelah Indonesia merdeka, masyarakat Aceh dikelompokkan sebagai berikut.
a) Golongan penguasa dan pegawai negeri.
b) Golongan ulama (imam dan kadhi).
c) Golongan hartawan (pedagang besar, pemiliki kebun atau sawah yang luas, dan peternak kaya).
d) Golongan rakyat biasa (nelayan, buruh, petani, dan pegawai rendahan).

b. Stratifikasi Sosial Masyarakat Minangkabau
Stratifikasi sosial pada masyarakat Minangkabau dikelompokkan secara vertikal dan keaslian.

1) Secara Vertikal
Secara vertikal, masyarakat Minangkabau dapat kita kelompokkan atas golongan ninik mamak dan kemenakan.

a) Golongan ninik mamak adalah semua mamak-mamak rumah yang bergelar datuk dan bertugas sebagai penghulu. Mereka memegang kekuasaan untuk mengatur anak kemenakannya. Golongan yang setingkat dengan golongan ini adalah golongan cerdik pandai dan alim ulama.

b) Golongan kemenakan adalah golongan yang harus patuh kepada mamak-mamak mereka di dalam pengaturan negari. Semua anggota keluarga yang tidak menjabat sebagai penghulu atau mamak kepala waris dalam kaum, dan mamak tunganai di rumah tangga disebut sebagai kemenakan.

2) Secara Keaslian
Menurut sifat keasliannya, masyarakat Minangkabau dikelompokkan atas urang asa, kemenakan tali periuk, kemenakan tali budi, kemenakan tali ameh, dan kemenakan bawah lutuik.

a) Urang asa (orang asal) adalah keluarga yang mulamula datang ke tempat tertentu. Keluarga tersebut kemudian dianggap sebagai bangsawan dan menduduki stratifikasi tertinggi.
b) Kemenakan tali periuk adalah orang-orang yang merupakan keturunan langsung dari urang asa.
c) Kemenakan tali budi adalah keluarga-keluarga yang datang ke wilayah urang asa. Tetapi karena kedudukan dari tempat asal cukup tinggi dan dapat membeli tanah yang cukup luas dari urang asa, kedudukan mereka sederajat dengan keluarga urang asa.
d) Kemenakan tali ameh adalah para pendatang baru yang kemudian mencari hubungan dengan urang asa melalui perkawinan. Namun demikian, mereka kemudian tidak bergantung lagi kepada urang asa.
e) Kemenakan bawah lutuik adalah orang-orang yang hidupnya menghamba kepada urang asa dan tergantung kepadanya.

c. Stratifikasi Sosial Masyarakat Sunda
Masyarakat Sunda dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu menak dan cacah atau somah.
1) Golongan menak adalah golongan keturunan raden dan
 golongan yang karena sesuatu hal menjadi pegawai negeri yang kemudian disebut priyayi dan dianggap mempunyai tingkatan tertinggi di mata masyarakat.
2) Golongan cacah atau somah adalah golongan yang terdiri dari pedagang, buruh, petani, dan rakyat jelata.

d. Stratifikasi Sosial Masyarakat Manggarai
Masyarakat Manggarai dikelompokkan ke dalam golongan kraeng, ataleke, dan aziana.
1) Kraeng, adalah golongan atas yang terdiri dari para bangsawan.
2) Ataleke, adalah golongan menengah yang terdiri dari petani, pedagang dan tukang.
3) Azi ana (budak), adalah golongan bawah yang terdiri dari orang-orang yang tertangkap di waktu perang, orangorang berutang dan tidak sanggup membayar, serta orangorang yang dijatuhi hukuman karena melanggar adat.
·   Keadaan geografis wilayah Indonesia yangJ3. 1. Keadaan Geografis  terdiri lebih dari 17 ribu pulau dan tersebar di suatu daerah equator merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terciptanya  Para pendatang di IndonesiaJmultikultural suku bangsa di Indonesia.  terdiri dari berbagai macam ras yang kemudian disebut Bangsa Indonesia dalam bentuk keanekaragaman suku bangsa setelah melalui proses  Kondisi geografis yang telah mengisolirJamalgamasi dan isolasi.  penduduk yang menempati pulau dan daerah menumbuhkan kesatuan suku bangsa yang berbeda-beda dan dipersatukan oleh ikatan-ikatan emosional. Mereka juga mengembangkan bahasa, budaya, kepercayaan dan mitos-mitos.
·  4.  Letak Indonesia yang strategis antaraJ2. Pengaruh Budaya Asing  Samudera Hindia dan Pasifik sangat memengaruhi proses multikultural, seperti unsur kebudayaan dan agama yang masuk melalui para pedagang  Selain agama dan budaya, gaya hidupJasing yang datang ke Indonesia.  Bangsa kita juga telah dipengaruhi Bangsa Barat. Seperti adanya supermarket. Masyarakat memilih berbelanja di supermarket daripada pasar ðtradisional. 
·   WilayahJ5. 3. Kondisi Iklim yang Berbeda  lingkungan hidup suku-suku bangsa memperlihatkan variasi yang berbeda. Ada komunitas yang mengandalkan pada laut, pertanian atau peternakan sebagai sumber kehidupannya. Terdapat juga komunitas-komunitas  Ditambah lagi dengan perbedaanJpedalaman seperti dayak dan gayo alas.  tipe masyarakatnya terlihat pada komunitas kosmopolitan perkotaan, komunitas peralihan dari pertanian ke industri, dsb masih mencirikan ðkomunitas yang tribal communities 
·  J6. Integrasi Suku Bangsa  Integrasi suku bangsa dalam kesatuan nasional menjadi bangsa Indonesia dalam kesatuan wilayah negara Indonesia dipicu oleh 4 peristiwa, antara lain : - Kerajaan Sriwijaya mempersatukan suku-suku bangsa Indonesia dalam kesatuan politis, ekonomis dan sosial. - kekuasaan kolonialisme Belanda telah menyatukan suku-suku bangsa di Indonesia dalam 1 kesatuan nasib dan cita- cita. - lahirnya sumpah pemuda. - Proklamasi kemerdekaan RI. Berdasar timbulnya masyarakat multikultural di Indonesia, maka kelompok-kelompok sosial yang tumbuh pun beraneka ragam. Seperti kelompok etnis, agama, ataupun kelompok berdasarkan stratifikasi sosialnya.

CIRI-CIRI MASYARAKAT MULTIKULTURAL
1. Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam suku,ras,dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya pemisah itu adalah suatu konsep yang di sebut primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari berbagai suku dan ras, baik itu suku dan ras dari daerah dalam negri maupun luar negri, dalam kenyataannya mereka memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahaannya.
2. Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya adalah dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akam mengalami kesulitan dalam menjalankan atau mengatur masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya persatuan tyang terpisah oleh segmen-segmen tertentu.
3. Konsesnsus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu adany asuatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan bersama itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit sekali dalam penganbilan keputusan.
4. Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri dari berbagai macam suku adat dankebiasaan masing-masing. Dalam teorinya semakin banyak perbedaan dalam suatu masyarakat, kemungkinan akan terjadinya konflik itu sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga susah
5. Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya jelaskan di atas, bahwa dalam masyarakat multikultural itu susah sekali terjadi pengintegrasian, maka jalan alternatifnya adalah dengan cara paksaan, walaupun dengan cara seperti ini integrasi itu tidak bertahan lama.
6. Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam masyarakat multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada ingroup fiiling tinggi maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.

IV. SEBAB TERJADINYA MULTIKULTURALISME

1. Factor geografis,faktor ini sangat mempengarudi apa dan bagaimana kebiasaan sua tu masyarakat. Maka dalam suatu daera yang memiliki kondisi geografis yang berbeda maka akan terdapat perbedaan dalam masyarakat( multikultural).
2. Pengaruh budaya asing, mengapa budaya asing menjadi penyebab terjadinya multikultural, karena masyarakat yang sudah mengetahui budaya-budaya asing kemungkinan akan terpengaruh mind set mereka dan menjadkan perbedaan antara
3. Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama denga perbedaan letak geografis suatu daerah.


Template by:

Free Blog Templates