MASYARAKAT
MULTIKULTURAL
A. FAKTOR YANG DAPAT MEMENGARUHI TERBENTUKNYA MASYARAKAT
MULTIKULTURAL.
1. Faktor Kondisi
Geografis
Tentunya kamu telah mengetahui bahwa negara kita berbentuk
kepulauan bukan? Dalam kenyataannya memang negara kita sangat luas yang terdiri
dari puluhan ribu pulau yang masing-masing dipisahkan oleh lautan. Di samping
itu, fenomena alam pada masing-masing pulau seperti curah hujan, suhu, keadaan
kelembaban udara, dan reliefnya juga tidak sama.
Perbedaan-perbedaan yang menyangkut keadaan alam di negara kita
ini disadari atau tidak telah memengaruhi keanekaragaman masyarakatnya.
Masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan memiliki upaya sendiri untuk
mempertahankan hidupnya, dengan lebih memilih mata pencaharian yang berkaitan
dengan relief alam pegunungan, dan akhirnya mereka melahirkan kebudayaan
sendiri. Begitu pula dengan orang-orang di tepi pantai, mereka tidak mungkin
akan sama usahanya dengan orang-orang yang tinggal di lereng pegunungan. Mereka
lebih memanfaatkan laut untuk mempertahankan hidupnya atau untuk menggali
sumber pendapatan mereka, yaitu dengan menjadi nelayan.
Lalu, bagaimana dengan
orang-orang yang hidup di kota? Tentunya orang-orang yang tinggal di kota
dengan relief yang berbeda dengan yang telah disebutkan di atas, tidak akan
menjadi nelayan, penebang hutan atau petani, karena mereka telah dikondisikan
oleh keadaan geografis mereka untuk tidak bekerja seperti itu, melainkan dengan
membuka usaha, bekerja di kantor, mengajar, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya, keadaan
alam atau geografis suatu wilayah tidak menentukan kebudayaan suatu masyarakat,
melainkan hanya pada corak kebudayaannya. Corak kebudayaan tersebut muncul dari
kepribadian orang-orang yang hidup di sekitarnya. Misalnya, seorang nelayan
memiliki corak kebudayaan yang ditandai dengan kepribadian yang keras, karena
kehidupannya selalu dekat dengan ombak yang menderu, angin yang kencang, dan
lain sebagainya.
2. Pengaruh Kebudayaan Asing
Letak negara kita secara
geografis memang sangat strategis. Bagaimana tidak? Kalau kita coba mengingat
sejarah, Indonesia merupakan jalur perdagangan internasional yang menghubungkan
antara Eropa dengan Cina dan Jepang. Selain itu, letak negara kita yang berada
di antara dua samudra besar, yaitu samudra Hindia dan Pasifik, serta dua benua
besar, yaitu Benua
Asia dan Australia
merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa asing untuk singgah, bahkan menetap
di sini. Posisi demikian ini sangat memengaruhi masuknya budaya asing ke negara
kita. Melalui para pedagang asing, pengaruh kebudayaan dan agama masuk ke
negara kita. Masih ingatkah kamu bagaimana Islam masuk ke Indonesia? Islam
pertama kali masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan yang memanfaatkan
kondisi geografis Indonesia. Pada saat itu banyak para pedagang dari Gujarat
yang singgah di pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia. Sambil berdagang mereka
menyebarkan ajaran agama Islam kepada penduduk di sekitar pelabuhan untuk
kemudian disebarluaskan ke seluruh penjuru pulau tersebut.
Namun bukan hanya itu saja
yang dapat mempermudah masuknya budaya asing ke
negara kita. Keterbukaan masyarakat kita dalam menerima budaya asing juga dapat
memengaruhi terjadinya masyarakat multikultural. Dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang semakin canggih, pengaruh kebudayaan asing dapat
dengan mudah masuk ke negara lain. Saat ini, budaya asing terutama teknologi
yang bersifat praktis masuk dengan mudahnya ke negara kita. Hal ini karena
masyarakat kita begitu terbuka dan merasa terbuai dengan kemudahan-kemudahan teknologi
untuk membantu kehidupan mereka.
Budaya asing terutama
teknologi sebenarnya memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia. Misalnya
pemanfaatan internet sebagai media pendidikan. Tanpa kita sadari, internet
seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk
melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Misalnya mengakses situs porno,
pembajakan kartu kredit, atau transaksi ilegal.
3. Iklim yang Berbeda
Iklim yang berbeda antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain akan menimbulkan kondisi alam yang
berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan ini, maka secara langsung maupun tidak
akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia dalam menyesuaikan diri
dengan iklim tersebut. Hal ini terutama berhubungan dengan pemanfaatan iklim
untuk menentukan sistem mata pencaharian hidup mereka, pakaian, makanan pokok
dan lain-lain. Tahukah kamu apakah akibat? Tentunya akan terbentuk masyarakat
yang multikultural berdasarkan iklim dan cuaca yang ada di wilayah tersebut.
Perbedaan iklim di dunia
akan menyebabkan masyarakat yang berada di tempat dengan iklim tertentu akan
berusaha menyesuaikan diri. Terutama dalam hal mata pencaharian hidup dan pola
hidup sehari-hari, tentunya kebudayaan masyarakat juga akan menyesuaikan.
Misalnya masayarakat yang hidup di daerah dengan iklim tropis mempunyai mata
pencaharian di bidang agraris, pakaian yang dikenakan tidak terlalu tebal.
Berikut ini adalah peta pembagian iklim di dunia. Simaklah baik-baik
pembagiannya.
Masyarakat multikultural
terdiri atas lebih dari dua kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan karakteristik yang
didorong oleh latar belakang sejarah, kondisi geografis, dan
pengaruh kebudayaan asing. Merujuk pada Pengertian masyarakat multikultural
yang telah kita pelajari bersama pada subpokok bahasan
sebelumnya, dapat kita lihat bahwa masyarakat multikultural
merupakan bentuk keanekaragaman kelompok yang dapat dilihat dari ciri-ciri tertentu.
B. CIRI-CIRI MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Menurut Pierre L. Van den Berghe, ada
beberapa ciri-ciri masyarakat multikultural, di antaranya adalah sebagai
berikut.
- Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok yang seringkali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain.
- Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembagalembaga yang bersifat nonkomplementer.
- Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
- Secara relatif seringkali mengalami konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya.
- Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
- Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.
Dari karakteristik
masyarakat multikultural yang dikemukakan oleh Pierre L. Van den Berghe tersebut, masyarakat di
Indonesia dapat digolong-golongkan dengan menggunakan tolok ukur secara
horizontal dan vertikal. Secara horizontal atau lazim disebut dengan
diferensiasi sosial ciri masyarakat multikultural didasarkan pada
keanekaragaman ras, suku bangsa, dan agama. Sementara itu, secara vertikal atau
lazim disebut dengan stratifikasi sosial, ciri masyarakat multikultural di
antaranya dapat dilihat dari tolok ukur kriteria ekonomi, sosial, politik, dan
masyarakat feodal. Penggolongan masyarakat Indonesia yang multikultural ini
sekaligus menunjukkan adanya berbagai kelompok sosial yang ada dalam masyarakat
tersebut.
1. Ciri Masyarakat
Multikultural Dilihat secara Horizontal
Secara horizontal,
masyarakat Indonesia yang multicultural dapat dilihat dari ciri-ciri yang
didasarkan pada ras, suku bangsa, dan agama.
a. Berdasarkan Ras
Masih segar dalam ingatanmu mengenai
pembagian ras di dunia menurut A. L. Kroeber bukan? Coba kamu lihat kembali
pada saat kita membahas diferensiasi sosial.
Berdasarkan pembagian tersebut, sebagian
besar masyarakat di Indonesia termasuk dalam golongan ras Mongoloid, lebih
khusus lagi Malayan Mongoloid. Dari ras tersebut, dapat digolongkan lagi
menjadi beberapa subras untuk mengelompokkan masyarakat di Indonesia, yaitu
subras Protomelayu dan Deutromelayu.
1) Subras
Protomelayu (Melayu Tua) adalah
subras yang pertama kali mendiami wilayah Nusantara ini. Atau dapat dikatakan subras yang pertama
ada. Contohnya suku
Batak, Nias, Kubu, Dayak, dan Toraja.
2) Subras
Deutromelayu (Melayu Muda) adalah
subras pendatang setelah subras Protomelayu. Contohnya suku Jawa, Bali, Sunda,
Madura, Minang, dan Bugis. Di samping itu, di Indonesia juga tinggal ras atau
subras lainnya, yaitu Papua Melanesoid, Negrito, Asiatic Mongoloid, Weddoid,
dan Caucasoid.
1) Subras Papua
Melanesoid, termasuk dalam ras Negroid yang umumnya mendiami Pulau Papua, Pulau
Aru, dan sekitarnya.
2) Subras Negrito,
termasuk dalam ras Negroid pula, meliputi orang Semang di Semenanjung Malaka,
dan orang Mikopsi di Pulau Andaman.
3) Subras Asiatic
Mongoloid, yaitu etnis Cina yang tersebar di beberapa kepulauan di Indonesia.
4) Subras Weddoid,
meliputi orang Sakai di Riau, orang Tomuna di Pulau Muru, orang Kubu di Sumatra
Selatan, orang Mentawai di kepulauan Mentawai, dan suku Kulawi di Sulawesi
Selatan.
5) Subras Caucasoid,
meliputi orang-orang keturunan Arab, India, Pakistan, dan beberapa keturunan
orang Eropa.
b. Berdasarkan
Suku Bangsa
Masyarakat
multikultural di Indonesia ditandai juga dengan adanya keanekaragaman suku
bangsa (etnis). Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan suku bangsa atau etnis
itu? Etnis adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan
identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan identitas tersebut akan dikuatkan
oleh kesatuan bahasa.
Menentukan persebaran
suku bangsa di Indonesia tidaklah mudah. Merujuk dari pendapat R. Naroll dan J.A. Cllifton, Koentjaraningrat
menyebutkan
ada beberapa prinsip yang dapat digunakan untuk menentukan batas-batas
persebaran suku bangsa, termasuk kebudayaan-kebudayaan yang dimilikinya.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1) Kesatuan masyarakat
yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.
2) Kesatuan masyarakat
yang terdiri dari penduduk yang mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa.
3) Kesatuan masyarakat yang
dibatasi oleh garis batas suatu daerah politikal administratif.
4) Kesatuan masyarakat
yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri.
5) Kesatuan masyarakat
yang ditentukan oleh suatu wilayah geografis yang merupakan kesatuan daerah
fisik.
6) Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh
kesatuan ekologi.
7) Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang
mengalami satu pengalaman sejarah yang sama.
8) Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang
frekuensi interaksinya satu dengan yang lain tinggi.
9) Kesatuan masyarakat dengan susunan
sosial yang seragam.
Lalu, bagaimana pembagian suku bangsa yang
ada di Indonesia? Menurut beberapa ahli, pembagian suku bangsa yang tersebar di
seluruh Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut.
Suku Bangsa di Indonesia
Dari beberapa suku bangsa di Indonesia
seperti yang tersebut di atas sebenarnya masih sebagian kecil dari keseluruhan
suku bangsa yang ada. Hal ini membuktikan bahwa persebaran suku bangsa atau
etnis ini dipengaruhi oleh beberapa factor lingkungan alam seperti kondisi
geografis, iklim, dan kesuburan tanah. Faktor-faktor tersebut akan memengaruhi
pola adaptasi
masyarakat dengan tujuan untuk
mempertahankan hidup. Namun demikian, terlepas dari hal itu semua, keragaman
suku bangsa di Indonesia menandakan bahwa bangsa kita merupakan
c. Berdasarkan
Agama atau Religi
Kamu tentunya mengetahui berbagai agama
yang ada di negara kita bukan? Seperti telah dijelaskan pada awal perjumpaan
kita di kelas XI lalu mengenai diferensiasi social berdasarkan agama, di negara
kita terdapat beberapa agama yang hidup berdampingan satu sama lain. Setidaknya
ada enam agama besar yang ada dan diakui keberadaannya, yaitu Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, dan Buddha, serta Kong Hu Chu. Di samping itu terdapat pula
aliran kepercayaan yang keberadaannya diakui pula oleh masyarakat. Tidak
sedikit masyarakat kita juga menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di
luar agama yang telah ada. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan kita bahas
bersama keanekaragaman agama dikaitkan dengan suku bangsa yang ada di Indonesia
sebagai gambaran untuk memudahkanmu dalam memahami kelompok sosial dalam
masyarakat multikultural.
1) Suku Jawa
Agama resmi yang dianut oleh masyarakat
Jawa adalah Islam, Katolik, Kristen Protestan, sebagian kecil Hindu dan Buddha,
serta beberapa penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Jawa,
dianut dua istilah mengenai agama Islam, yaitu Islam santri dan Islam kejawen
(abangan). Islam santri adalah penganut yang patuh dan teratur dalam menjalankan
ajaran-ajarannya, sedangkan Islam kejawen tidak teratur dalam menjalankan
ajaran agamanya, tetapi percaya kepada kekuatan ajaran keimanan agama Islam.
Kehidupan orang Jawa, meskipun telah
memeluk salah satu agama yang pasti, namun tidak pernah luput dari pengaruh
animisme dan dinamisme. Dua Bentuk kebudayaan itu sudah ada sebelum agama-agama
besar tersebut masuk ke Indonesia. Animisme merupakan kepercayaan akan adanya
kekuatan roh nenek moyang yang ada di alam semesta, sedangkan dinamisme
merupakan kepercayaan akan benda-benda gaib yang memiliki kekuatan tertentu.
2) Suku Mentawai
Pada suku bangsa ini, sebagian besar
masyarakatnya memeluk agama Kristen dan Katolik, serta sebagian kecil memeluk
agama Islam. Meskipun telah mengenal agamaagama tersebut, masyarakat Mentawai
masih menganut nilai-nilai tradisi lama yang cukup mengakar kuat dalam
kehidupan mereka seperti pada konsepsi mengenai roh dan jiwa berikut ini.
a) Ketsat, yaitu kesaktian dari roh
nenek moyang.
b) Sabulangan, yaitu makhluk halus yang melepaskan diri
dari tubuh manusia yang meninggal dan pergi ke dunia roh atau yang hidup di
sekitar tempat tinggal manusia dalam bumi, air, udara, pohon besar, hutan, dan
tempat-tempat lainnya.
c) Simagere, yaitu jiwa yang menyebabkan orang hidup.
d) Kere, yaitu kekuatan sakti.
e) Kina, yaitu roh yang tinggal dalam rumah dan
melindungi rumah.
f) Sanitu, yaitu roh-roh jahat yang suka mengganggu
orang dan membawa penyakit, serta bencana.
g) Taikamanua, yaitu pemimpin dari negara roh.
3) Suku Batak
Sebagian besar orang Batak memeluk agama
Kristen Protestan dan Katolik, serta sebagian kecil beragama Islam. Meskipun
demikian, masih terdapat beberapa konsepsi yang bersumber dari nilai-nilai
tradisi masyarakat setempat berkaitan dengan religi mereka, di antaranya adalah
sebagai berikut.
a) Konsepsi
Mengenai Pencipta
Orang Batak memiliki konsepsi bahwa alam
dan segala isinya ini diciptakan oleh Debata (Ompung) Mulajadi na Bolon (Dibata Kaci-Kaci dalam bahasa Karo). Ia
tinggal di atas langit dan memiliki nama lain sesuai dengan tugas dan tempat
kedudukannya. Penguasa dunia tengah yang bertempat tinggal di dunia ini bernama
Silaon na Bolon (Toba)
atau Tuan Padukah ni Aji (Karo), sedangkan penguasa
dunia makhluk halus bernama Pane na Bolon (Toba)
atau Tuan Banus Koling (Karo).
Selain itu juga dikenal penguasa matahari yang disebut dengan Sinimataniari, serta penguasa bulan dan
pelangi yang disebut dengan Beru Dayang.
b) Konsepsi
Mengenai Jiwa, Roh, dan Dunia Akhirat
Ada tiga konsep yang berkaitan dengan hal
tersebut, yaitu tondi, sahala, dan begu.
(1) Tondi adalah kekuatan yang memberi hidup kepada
bayi (calon manusia) dan terdapat pada semua orang tanpa kecuali.
(2) Sahala adalah kekuatan yang menentukan wujud dan
jalan hidup seseorang. Sahala ini berbeda-beda bagi tiap orang dalam jumlah dan
kualitasnya.
(3) Begu adalah kekuatan yang memberi hidup pada
orang yang sudah meninggal.
4) Suku Nias
Orang-orang Nias sebagian besar memeluk
agama Kristen Protestan. Agama lain yang dipeluk oleh orang Nias adalah Islam,
Katolik, Buddha, dan Pelebegu. Pelebegu adalah nama agama asli
yang diberikan oleh pendatang yang berarti penyembah roh. Nama yang diberikan
oleh penganutnya sendiri adalah Molohe Adu (penyembah adu). Dewa-dewa terpenting dalam Pelebegu adalah sebagai berikut.
a) Lowelangi, yaitu raja segala dewa dari dunia atas.
b) Latura Dano, yaitu raja dewa dunia bawah dan saudara
tua Lowelangi.
c) Silewe Nasarata, yaitu istri Lowelangi yang berperan sebagai pelindung pada ere (pemeluk agama).
5) Suku
Bugis–Makasar
Untuk suku Bugis dan Makassar ini, sebagian
besar dan hampir seluruhnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Namun
demikian, masyarakat Bugis–Makassar yang tinggal di daerah pedesaan masih
terikat sistem norma adat yang masih sakral yang keseluruhannya mereka sebut
sebagai penggaorreng (panggadakkang dalam bahasa Makassar). Sistem ini terdiri dari lima
unsure pokok dari ayat keramat tersebut yang terjalin satu sama lain sebagai
satu-kesatuan organis dalam alam pikiran orang Bugis–Makassar. Kelima unsur
pokok itu adalah ade’, bicara, rapang, wari’, dan sara’.
a) Ade’, secara khusus terdiri dari Ade’akkalabinengeng
dan Ade’tana.
(1) Ade’akkalabinengeng adalah norma mengenai
hal-hal perkawinan dan mengatur segala urusan kekerabatan.
(2) Ade’tana adalah norma mengenai hal ihwal kenegaraan
dan memerintah negara.
b) Bicara, yaitu unsur yang mengatur segala hal yang
berkaitan dengan masalah peradilan.
c) Rapang, berarti contoh, perumpamaan, kiasan, atau
analogi. Rapang berwujud
perumpamaan yang memiliki maksud menjaga kelangsungan tertib social dalam
masyarakat.
d) Wari’, yaitu bagian yang melakukan klasifikasi
dari denda, peristiwa, dan aktivitas masyarakat.
e) Sara’, yaitu bagian yang mengatur
pranata-pranata dan hukum Islam, serta dapat melengkapi keempat unsur lainnya.
Pada masa pra-Islam, orang Bugis–Makassar
ini sudah memiliki religi seperti yang tampak dari Sure’Galigo, yang sebenarnya telah mengandung
kepercayaan kepada satu dewa yang tunggal yang disebut dengan beberapa nama,
seperti Patoto-e (yang
menentukan nasib), Dewata Seuwa-e (Dewa
yang tunggal), dan Turie a’rana (kehendak tertinggi).
2. Ciri Masyarakat
Multikultural Dilihat secara Vertikal
Secara vertikal, masyarakat Indonesia yang multicultural
dapat dilihat dari ciri-ciri yang didasarkan pada kriteria ekonomi pada zaman
industri modern dan kriteria feodal.
a. Berdasarkan
Kriteria Ekonomi pada Zaman Industri
Modern
Pada masa sekarang ini, penentuan kelas
sosial tidak lagi hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun juga
ditentukan oleh aspek lain seperti aspek profesionalitas seseorang. Karena pada
zaman industri modern ini, hal yan lebih dikedepankan adalah penghargaan
terhadap prestasi dan kreativitas seseorang dalam bidangnya yang dapat
memberikan kontribusi yang berarti pada tempat ia bekerja. Sehingga, kriteria
kepandaian atau kepemilikan modal saja belum cukup untuk dipakai sebagai
pedoman dalam pengelompokan masyarakat. Pengelompokan masyarakat pada zaman
industri modern ini lebih mengarah pada aspek profesionalitas.
b. Berdasarkan
Kriteria Feodal
Secara umum, pembagian masyarakat
berdasarkan criteria ini adalah masyarakat yang masih menggunakan system
kerajaan. Tahukah kamu beberapa wilayah di Indonesia yang masih menganut sistem
tersebut? Di antaranya adalah Surakarta, Jogjakarta, Aceh, Kutai Banjar,
Cirebon, dan lain sebagainya.
Ada beberapa pola dasar masyarakat feodal,
yaitu sebagai berikut.
1) Raja dan kaum bangsawan yang merupakan
pusat kekuasaan yang harus ditaati oleh warganya karena memiliki hak istimewa (privelese).
2) Terdapat lapisan utama, yaitu raja dan
kaum bangsawan, serta lapisan di bawahnya, yaitu rakyatnya.
3) Adanya pola ketergantungan, di mana kaum
feodal (raja dan kaum bangsawan) sebagai tokoh panutan yang harus disegani,
sedangkan rakyat harus selalu menghamba dan berada pada pihak yang selalu
dirugikan.
4) Terdapat pola hubungan yang
diskriminatif, di mana kaum feodal bebas memperlakukan rakyatnya dengan
sewenang-wenang.
5) Sistem stratifikasi tertutup pada
golongan bawah.
c. Berdasarkan
Kriteria pada Masa Kolonial Belanda
Masyarakat di Indonesia pada masa
penjajahan dibagi ke dalam tingkatan-tingkatan berdasarkan ras. Dan hal itu
juga berpengaruh pada kesempatan di dalam kehidupan ekonomi. Misalnya yang
boleh menjadi pedagang besar hanyalah golongan teratas, sedangkan golongan yang
paling bawah hanya boleh menjadi pedagang kecil. Lapisan tersebut dapat kamu
lihat pada bagan di samping.
d. Berdasarkan
Kriteria pada Zaman Pendudukan Jepang
Pada masa ini, Jepang menempatkan
golongannya pada strata paling atas. Berikutnya adalah Bumiputera, sedangkan
Cina dan Eropa berada pada lapisan terbawah. Hal ini dimakasudkan untuk menarik
simpati warga Bumiputera agar mendukung Perang Asia Timur Raya. Pelapisan
tersebut dapat kamu lihat pada bagan di samping.
e. Berdasarkan
Kriteria Pertanian
Dalam masyarakat pertanian, pengelompokan
masyarakat menggunakan kriteria kepemilikan tanah. Biasanya golongan teratas
ditempati oleh pembuka tanah (cikal bakal). Kelompok ini dan
keturunannya dianggap sebagai golongan elit oleh masyarakat. Lapisan berikutnya
ditempati oleh kelompok orang-orang kaya dan memiliki tanah banyak.
Kelompok ini disebut dengan kuli kenceng.
Kemudian lapisan berikutnya ditempati
kelompok yang memiliki tanah sedikit dan hasilnya hanya untuk konsumsi sendiri.
Kelompok ini disebut dengan kuli kendho. Dan
lapisan paling bawah ditempati kelompok orang yang tidak memiliki tanah, namun
tetap bekerja di sector pertanian yang disebut buruh tani. Untuk lebih jelasnya dapat kamu lihat
pada bagan di samping.
Selain kriteria di atas, berikut ini mari
kita bersama-sama mempelajari berbagai stratifikasi sosial dalam masyarakat
dilihat dari beberapa suku bangsa yang ada di Indonesia sebagai gambaran untuk
memudahkanmu dalam memahami berbagai kelompok sosial dalam masyarakat
multikultural.
a. Stratifikasi
Sosial Masyarakat Aceh
Ada dua sistem penggolongan masyarakat Aceh
yang dianut, yaitu sebelum dan sesudah Indonesia merdeka.
1) Sebelum Indonesia merdeka, masyarakat
Aceh dikelompok- kan sebagai berikut.
a) Golongan raja atau datuk.
b) Golongan uleebalang atau hulubalang.
c) Golongan ulama, termasuk kadhi dan imam.
d) Golongan rakyat biasa.
2) Setelah Indonesia merdeka, masyarakat
Aceh dikelompokkan sebagai berikut.
a) Golongan penguasa dan pegawai negeri.
b) Golongan ulama (imam dan kadhi).
c) Golongan hartawan (pedagang besar,
pemiliki kebun atau sawah yang luas, dan peternak kaya).
d) Golongan rakyat biasa (nelayan, buruh,
petani, dan pegawai rendahan).
b.
Stratifikasi Sosial Masyarakat Minangkabau
Stratifikasi sosial
pada masyarakat Minangkabau dikelompokkan secara vertikal dan keaslian.
1) Secara
Vertikal
Secara vertikal,
masyarakat Minangkabau dapat kita kelompokkan atas golongan ninik mamak dan kemenakan.
a) Golongan ninik mamak adalah semua mamak-mamak rumah yang bergelar
datuk dan bertugas sebagai penghulu.
Mereka memegang kekuasaan untuk mengatur anak kemenakannya. Golongan
yang setingkat
dengan golongan ini adalah golongan cerdik pandai dan alim ulama.
b) Golongan kemenakan adalah golongan yang
harus patuh kepada mamak-mamak mereka
di dalam pengaturan negari.
Semua anggota keluarga yang tidak menjabat sebagai penghulu atau mamak kepala waris dalam
kaum, dan mamak tunganai di
rumah tangga disebut sebagai kemenakan.
2) Secara
Keaslian
Menurut sifat
keasliannya, masyarakat Minangkabau dikelompokkan atas urang asa, kemenakan
tali periuk,
kemenakan tali budi, kemenakan tali ameh, dan kemenakan bawah lutuik.
a) Urang asa (orang asal) adalah
keluarga yang mulamula datang ke tempat tertentu. Keluarga tersebut kemudian dianggap sebagai
bangsawan dan menduduki stratifikasi tertinggi.
b) Kemenakan tali periuk adalah orang-orang yang
merupakan keturunan langsung dari urang asa.
c) Kemenakan tali budi adalah keluarga-keluarga
yang datang ke wilayah urang asa.
Tetapi karena kedudukan dari tempat asal cukup tinggi dan dapat membeli tanah
yang cukup luas dari urang asa,
kedudukan mereka sederajat dengan keluarga urang asa.
d) Kemenakan tali ameh adalah para pendatang baru
yang kemudian mencari hubungan dengan urang asa melalui perkawinan. Namun demikian, mereka
kemudian tidak bergantung lagi kepada urang asa.
e) Kemenakan bawah lutuik adalah orang-orang yang
hidupnya menghamba kepada urang asa dan
tergantung kepadanya.
c. Stratifikasi
Sosial Masyarakat Sunda
Masyarakat Sunda dikelompokkan dalam dua
golongan, yaitu menak dan cacah atau somah.
1) Golongan menak adalah golongan keturunan raden dan
golongan yang karena sesuatu hal
menjadi pegawai negeri yang kemudian disebut priyayi dan dianggap mempunyai
tingkatan tertinggi di mata masyarakat.
2) Golongan cacah atau somah adalah golongan yang terdiri dari pedagang,
buruh, petani, dan rakyat jelata.
d. Stratifikasi
Sosial Masyarakat Manggarai
Masyarakat Manggarai dikelompokkan ke dalam
golongan kraeng, ataleke, dan aziana.
1) Kraeng, adalah golongan atas yang terdiri dari
para bangsawan.
2) Ataleke, adalah golongan menengah yang terdiri
dari petani, pedagang dan tukang.
3) Azi ana (budak), adalah golongan bawah yang terdiri
dari orang-orang yang tertangkap di waktu perang, orangorang berutang dan tidak
sanggup membayar, serta orangorang yang dijatuhi hukuman karena melanggar adat.
· Keadaan geografis wilayah
Indonesia yangJ3. 1. Keadaan
Geografis terdiri lebih dari 17 ribu
pulau dan tersebar di suatu daerah equator merupakan faktor yang sangat besar
pengaruhnya terhadap terciptanya Para
pendatang di IndonesiaJmultikultural
suku bangsa di Indonesia. terdiri dari
berbagai macam ras yang kemudian disebut Bangsa Indonesia dalam bentuk
keanekaragaman suku bangsa setelah melalui proses Kondisi geografis yang telah mengisolirJamalgamasi dan isolasi. penduduk yang menempati pulau dan daerah
menumbuhkan kesatuan suku bangsa yang berbeda-beda dan dipersatukan oleh
ikatan-ikatan emosional. Mereka juga mengembangkan bahasa, budaya, kepercayaan
dan mitos-mitos.
· 4.
Letak Indonesia yang strategis antaraJ2. Pengaruh Budaya Asing Samudera Hindia dan Pasifik sangat
memengaruhi proses multikultural, seperti unsur kebudayaan dan agama yang masuk
melalui para pedagang Selain agama dan
budaya, gaya hidupJasing yang
datang ke Indonesia. Bangsa kita juga
telah dipengaruhi Bangsa Barat. Seperti adanya supermarket. Masyarakat memilih
berbelanja di supermarket daripada pasar ðtradisional.
· WilayahJ5. 3. Kondisi Iklim yang Berbeda lingkungan hidup suku-suku bangsa
memperlihatkan variasi yang berbeda. Ada komunitas yang mengandalkan pada laut,
pertanian atau peternakan sebagai sumber kehidupannya. Terdapat juga
komunitas-komunitas Ditambah lagi dengan
perbedaanJpedalaman seperti dayak dan gayo
alas. tipe masyarakatnya terlihat pada
komunitas kosmopolitan perkotaan, komunitas peralihan dari pertanian ke
industri, dsb masih mencirikan ðkomunitas yang tribal communities
· J6. Integrasi Suku Bangsa Integrasi suku bangsa dalam kesatuan nasional
menjadi bangsa Indonesia dalam kesatuan wilayah negara Indonesia dipicu oleh 4
peristiwa, antara lain : - Kerajaan Sriwijaya mempersatukan suku-suku bangsa
Indonesia dalam kesatuan politis, ekonomis dan sosial. - kekuasaan kolonialisme
Belanda telah menyatukan suku-suku bangsa di Indonesia dalam 1 kesatuan nasib
dan cita- cita. - lahirnya sumpah pemuda. - Proklamasi kemerdekaan RI. Berdasar
timbulnya masyarakat multikultural di Indonesia, maka kelompok-kelompok sosial
yang tumbuh pun beraneka ragam. Seperti kelompok etnis, agama, ataupun kelompok
berdasarkan stratifikasi sosialnya.
CIRI-CIRI MASYARAKAT MULTIKULTURAL
1. Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam suku,ras,dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya pemisah itu adalah suatu konsep yang di sebut primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari berbagai suku dan ras, baik itu suku dan ras dari daerah dalam negri maupun luar negri, dalam kenyataannya mereka memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahaannya.
2. Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya adalah dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akam mengalami kesulitan dalam menjalankan atau mengatur masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya persatuan tyang terpisah oleh segmen-segmen tertentu.
3. Konsesnsus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu adany asuatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan bersama itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit sekali dalam penganbilan keputusan.
4. Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri dari berbagai macam suku adat dankebiasaan masing-masing. Dalam teorinya semakin banyak perbedaan dalam suatu masyarakat, kemungkinan akan terjadinya konflik itu sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga susah
5. Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya jelaskan di atas, bahwa dalam masyarakat multikultural itu susah sekali terjadi pengintegrasian, maka jalan alternatifnya adalah dengan cara paksaan, walaupun dengan cara seperti ini integrasi itu tidak bertahan lama.
6. Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam masyarakat multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada ingroup fiiling tinggi maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.
IV. SEBAB TERJADINYA MULTIKULTURALISME
1. Factor geografis,faktor ini sangat mempengarudi apa dan bagaimana kebiasaan sua tu masyarakat. Maka dalam suatu daera yang memiliki kondisi geografis yang berbeda maka akan terdapat perbedaan dalam masyarakat( multikultural).
2. Pengaruh budaya asing, mengapa budaya asing menjadi penyebab terjadinya multikultural, karena masyarakat yang sudah mengetahui budaya-budaya asing kemungkinan akan terpengaruh mind set mereka dan menjadkan perbedaan antara
3. Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama denga perbedaan letak geografis suatu daerah.
1. Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam suku,ras,dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya pemisah itu adalah suatu konsep yang di sebut primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari berbagai suku dan ras, baik itu suku dan ras dari daerah dalam negri maupun luar negri, dalam kenyataannya mereka memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahaannya.
2. Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya adalah dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akam mengalami kesulitan dalam menjalankan atau mengatur masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya persatuan tyang terpisah oleh segmen-segmen tertentu.
3. Konsesnsus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu adany asuatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan bersama itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit sekali dalam penganbilan keputusan.
4. Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri dari berbagai macam suku adat dankebiasaan masing-masing. Dalam teorinya semakin banyak perbedaan dalam suatu masyarakat, kemungkinan akan terjadinya konflik itu sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga susah
5. Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya jelaskan di atas, bahwa dalam masyarakat multikultural itu susah sekali terjadi pengintegrasian, maka jalan alternatifnya adalah dengan cara paksaan, walaupun dengan cara seperti ini integrasi itu tidak bertahan lama.
6. Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam masyarakat multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada ingroup fiiling tinggi maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.
IV. SEBAB TERJADINYA MULTIKULTURALISME
1. Factor geografis,faktor ini sangat mempengarudi apa dan bagaimana kebiasaan sua tu masyarakat. Maka dalam suatu daera yang memiliki kondisi geografis yang berbeda maka akan terdapat perbedaan dalam masyarakat( multikultural).
2. Pengaruh budaya asing, mengapa budaya asing menjadi penyebab terjadinya multikultural, karena masyarakat yang sudah mengetahui budaya-budaya asing kemungkinan akan terpengaruh mind set mereka dan menjadkan perbedaan antara
3. Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama denga perbedaan letak geografis suatu daerah.