SEJARAH
BATIK INDONESIA
Batik secara historis berasal dari zaman
nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun
lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang
dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan,
yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada
motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya.
Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian,
muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Secara Etimologi Kata “batik” berasal dari gabungan
dua kata bahasa Jawa: “amba”, yang bermakna “menulis” dan “titik” yang bermakna
“titik”
Batik adalah
salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua
hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk
mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist
dyeing.
Pengertian kedua adalah kain atau busana yang
dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang
memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi,
serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan
sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of
the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.
Jenis dan corak
batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai
dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah
budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai
corak dan jenis batik tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri.
A. Perkembangan Batik di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan
perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa.
Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa
kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.
Jadi
kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan
terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai
meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku
Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang
dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap
dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun
kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di
Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan
ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian
yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu.
Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk
pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari
pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh
mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat
dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya
untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian
keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita
maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan
sendiri.
Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari
tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon
mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta
garamnya dibuat dari tanahlumpur.
1.
Zaman Majapahit
Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit,
pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah
yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama
Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik
asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan
pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan
Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari
rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat
bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati
Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.
Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan
oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan
disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka
petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal
diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga
membawa kesenian membuat batik asli.
Daerah pembatikan sekarang di Mojokerto terdapat di
Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo. Diluar daerah Kabupaten Mojokerto ialah
di Jombang. Pada akhir abad ke-XIX ada beberapa orang kerajinan batik yang
dikenal di Mojokerto, bahan-bahan yang dipakai waktu itu kain putih yang
ditenun sendiri dan obat-obat batik dari soga jambal, mengkudu, nila tom,
tinggi dan sebagainya.
Obat-obat luar negeri baru dikenal sesudah perang dunia
kesatu yang dijual oleh pedagang-pedagang Cina di Mojokerto. Batik cap dikenal
bersamaan dengan masuknya obat-obat batik dari luar negeri. Cap dibuat di
Bangil dan pengusaha-pengusaha batik Mojokerto dapat membelinya dipasar Porong
Sidoarjo, Pasar Porong ini sebelum krisis ekonomi dunia dikenal sebagai pasar
yang ramai, dimana hasil-hasil produksi batik Kedungcangkring dan Jetis
Sidoarjo banyak dijual. Waktu krisis ekonomi, pengusaha batik Mojoketo ikut
lumpuh, karena pengusaha-pengusaha kebanyakan kecil usahanya. Sesudah krisis
kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk ke Indonesia, dan waktu
pendudukan Jepang kegiatan pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan muncul
lagi sesudah revolusi dimana Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan.
Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto adalah
hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan
warna coraknya coklat muda dan biru tua. Yang dikenal sejak lebih dari seabad
yang lalu tempat pembatikan didesa Majan dan Simo. Desa ini juga mempunyai
riwayat sebagai peninggalan dari zaman peperangan Pangeran Diponegoro tahun
1825.
Meskipun pembatikan dikenal sejak zaman Majapahit namun
perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat didaerah Jawa Tengah Surakarta
dan Yogyakata, pada jaman kerajaan di daerah ini. Hal itu tampak bahwa
perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung berikutnya lebih dipenagruhi
corak batik Solo dan Yogyakarta.
Di dalam berkecamuknya clash antara tentara kolonial
Belanda dengan pasukan-pasukan pangeran Diponegoro maka sebagian dari
pasukan-pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri kearah timur dan sampai sekarang
bernama Majan. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan ini desa
Majan berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala desanya seorang
kiyai yang statusnya Uirun-temurun.Pembuatan batik Majan ini merupakan naluri
(peninggalan) dari seni membuat batik zaman perang Diponegoro itu.
Warna babaran batik Majan dan Simo adalah unik karena
warna babarannya merah menyala (dari kulit mengkudu) dan warna lainnya dari
tom. Sebagai batik setra sejak dahulu kala terkenal juga didaerah desa Sembung,
yang para pengusaha batik kebanyakan berasal dari Sala yang datang di
Tulungagung pada akhir abad ke-XIX. Hanya sekarang masih terdapat beberapa
keluarga pembatikan dari Sala yang menetap didaerah Sembung. Selain dari
tempat-tempat tesebut juga terdapat daerah pembatikan di Trenggalek dan juga
ada beberapa di Kediri, tetapi sifat pembatikan sebagian kerajinan rumah tangga
dan babarannya batik tulis.
2.
Zaman Penyebaran Islam
Riwayat pembatikan di daerah Jawa Timur lainnya adalah di
Ponorogo, yang kisahnya berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini.
Riwayat Batik. Disebutkan masalah seni batik didaerah Ponorogo erat hubungannya
dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-kerajaan dahulu. Konon, di daerah
Batoro Katong, ada seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang namanya Raden
Katong adik dari Raden Patah. Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke
Ponorogo dan petilasan yang ada sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan
Wetan.
Perkembangan selanjutanya, di Ponorogo, di daerah
Tegalsari ada sebuah pesantren yang diasuh Kyai Hasan Basri atau yang dikenal
dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini selain mengajarkan
agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan
kesusasteraan. Seorang murid yang terkenal dari Tegalsari dibidang sastra ialah
Raden Ronggowarsito. Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh raja
Kraton Solo.
Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan
kraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka
dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiring-pengiringnya. disamping itu
banyak pula keluarga kraton Solo belajar dipesantren ini. Peristiwa inilah yang
membawa seni bafik keluar dari kraton menuju ke Ponorogo. Pemuda-pemudi yang
dididik di Tegalsari ini kalau sudah keluar, dalam masyarakat akan
menyumbangkan dharma batiknya dalam bidang-bidang kepamongan dan agama.
Daerah perbatikan lama yang bisa kita lihat sekarang
ialah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan sekarang dan dari sini meluas ke
desa-desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan,
Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut. Waktu itu
obat-obat yang dipakai dalam pembatikan ialah buatan dalam negeri sendiri dari
kayu-kayuan antara lain; pohon tom, mengkudu, kayu tinggi. Sedangkan bahan
kainputihnyajugamemakai buatan sendiri dari tenunan gendong. Kain putih import
bam dikenal di Indonesia kira-kira akhir abad ke-19.
Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah
perang dunia pertama yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari
Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan
nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari
Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik
di Ponorogo. Akibat dikenalnya batik cap maka produksi Ponorogo setelah perang
dunia petama sampai pecahnya perang dunia kedua terkenal dengan batik kasarnya
yaitu batik cap mori biru. Pasaran batik cap kasar Ponorogo kemudian terkenal
seluruh Indonesia.
Oleh karena banyak
dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa
oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Dalam perkembangannya lambat laun
kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi
pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.
Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian
menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. |
Jadi kerajinan batik ini di Indonesia
telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan
berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat
Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal
abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad
ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar
tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
Perkembangan
batik ditandai dengan berkembangnya industri batik di beberapa tempat di
Indonesia. Paling tidak, dalam catatan suatu harian ternama tingkat nasional,
ada 10 propinsi di Indonesia yang memiliki tradisi batik dan mengembangkan
industrinya. Beberapa di antaranya Jawa Tengah (Pekalongan, Solo, Rembang),
Yogyakarta, Jawa Timur (Sidoarjo, Madura), Jawa Barat (Cirebon) dan Jambi.
B.
Sejarah teknik batik
Seni pewarnaan
kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu
bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal
semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga
dilapisi malam untuk membentuk pola.
Di Asia, teknik
serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T’ang (618-907) serta
di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti
batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di
Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan
menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang
dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru
dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
Walaupun kata
“batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah
tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan
diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain,
J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia)
percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores,
Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang
dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat
batik.
G.P. Rouffaer
juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri,
Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan
menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di
Jawa pada masa sekitar itu.
Legenda dalam
literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang
Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar
mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap
lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri
kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya
mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Oleh beberapa
penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama
kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas
Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon
menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel
memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke
Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai
masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada
tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.
Semenjak
industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik
jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik
tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting
dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke
Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.
C.
Budaya batik
Gambar Pahlawan
wanita R.A. Kartini dan suaminya memakai rok batik. Batik motif parang yang dipakai Kartini adalah
pola untuk para bangsawan
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni
tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak
lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka
dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan
membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap”
yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa
pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis
maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, dimana di
beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang
turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari
batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status
seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya
dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
D. Corak batik
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh
berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang
terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun
batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan
juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan
oleh Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa
juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang
sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa
oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan
mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan
masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak
memiliki perlambangan masing-masing.
E. Cara pembuatan
Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna
putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga
dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis
lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang
dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar,
sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis
dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai
dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan
warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang
telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.
F. Jenis batik
1. Menurut teknik
a. Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan
corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu
kurang lebih 2-3 bulan.
b. Batik
cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk
dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini
membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
c. Batik
lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain
putih.
Gambar : Pembuatan
batik cap
2. Menurut asal
pembuatan
Batik Jawa
Batik Jawa
adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa
yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunya motif-motif
yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu
mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung
makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme,
dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau
yang biasa disebut dengan batik Solo.
G.
Perkembangan Batik di Kota-kota lain
Perkembangan batik di Banyumas berpusat di daerah
Sokaraja dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegero setelah selesa-inya
peperangan tahun 1830, mereka kebanyakan menet-ap didaerah Banyumas.
Pengikutnya yang terkenal waktu itu ialah Najendra dan dialah mengembangkan
batik celup di Sokaraja. Bahan mori yang dipakai hasil tenunan sendiri dan obat
pewama dipakai pohon tom, pohon pace dan mengkudu yang memberi warna merah
kesemuan kuning.
Lama kelamaan pembatikan menjalar pada rakyat Sokaraja
dan pada akhir abad ke-XIX berhubungan langsung dengan pembatik didaerah Solo
dan Ponorogo. Daerah pembatikan di Banyumas sudah dikenal sejak dahulu dengan
motif dan wama khususnya dan sekarang dinamakan batik Banyumas. Setelah perang
dunia kesatu pembatikan mulai pula dikerjakan oleh Cina disamping mereka dagang
bahan batik. .
Sama halnya dengan pembatikan di Pekalongan. Para
pengikut Pangeran Diponegoro yang menetap di daerah ini kemudian mengembangkan
usaha batik di sekitara daerah pantai ini, yaitu selain di daerah Pekalongan
sendiri, batik tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Adanya
pembatikan di daerah-daerah ini hampir bersamaan dengan pembatikan daerah-daerah
lainnya yaitu sekitar abad ke-XIX. Perkembangan pembatikan didaerah-daerah luar
selain dari Yogyakarta dan Solo erat hubungannya dengan perkembangan sejarah
kerajaan Yogya dan Solo.
Meluasnya pembatikan keluar dari kraton setelah
berakhirnya perang Diponegoro dan banyaknya keluarga kraton yang pindah
kedaerah-daerah luar Yogya dan Solo karena tidak mau kejasama dengan pemerintah
kolonial. Keluarga kraton itu membawa pengikut-pengikutnya kedaerah baru itu
dan ditempat itu kerajinan batik terus dilanjutkan dan kemudian menjadi
pekerjaan untuk pencaharian.
Corak batik di daerah baru ini disesuaikan pula dengan
keadaan daerah sekitarnya. Pekalongan khususnya dilihat dari proses dan
designya banyak dipengaruhi oleh batik dari Demak. Sampai awal abad ke-XX
proses pembatikan yang dikenal ialah batik tulis dengan bahan morinya buatan
dalam negeri dan juga sebagian import. Setelah perang dunia kesatu baru dikenal
pembikinan batik cap dan pemakaian obat-obat luar negeri buatan Jerman dan
Inggris.
Pada awal abad ke-20 pertama kali dikenal di Pekajangan
ialah pertenunan yang menghasilkan stagen dan benangnya dipintal sendiri secara
sederhana. Beberapa tahun belakangan baru dikenal pembatikan yang dikerjakan
oleh orang-orang yang bekerja disektor pertenunan ini. Pertumbuhan dan
perkembangan pembatikan lebih pesat dari pertenunan stagen dan pernah
buruh-buruh pabrik gula di Wonopringgo dan Tirto lari ke perusahaan-perusahaan
batik, karena upahnya lebih tinggi dari pabrik gula.
Sedang pembatikan dikenal di Tegal akhir abad ke-XIX dan
bahwa yang dipakai waktu itu buatan sendiri yang diambil dari tumbuh-tumbuhan:
pace/mengkudu, nila, soga kayu dan kainnya tenunan sendiri. Warna batik Tegal
pertama kali ialah sogan dan babaran abu-abu setelah dikenal nila pabrik, dan
kemudian meningkat menjadi warna merah-biru. Pasaran batik Tegal waktu itu
sudah keluar daerah antara lain Jawa Barat dibawa sendiri oleh
pengusaha-pengusaha secara jalan kaki dan mereka inilah menurut sejarah yang
mengembangkan batik di Tasik dan Ciamis disamping pendatang-pendatang lainnya
dari kota-kota batik Jawa Tengah.
Pada awal abad ke-XX sudah dikenal mori import dan
obat-obat import baru dikenal sesudah perang dunia kesatu. Pengusaha-pengusaha
batik di Tegal kebanyakan lemah dalam permodalan dan bahan baku didapat dari
Pekalongan dan dengan kredit dan batiknya dijual pada Cina yang memberikan
kredit bahan baku tersebut. Waktu krisis ekonomi pembatik-pembatik Tegal ikut
lesu dan baru giat kembali sekitar tahun 1934 sampai permulaan perang dunia
kedua. Waktu Jepang masuk kegiatan pembatikan mati lagi.
Demikian pila sejarah pembatikan di Purworejo bersamaan
adanya dengan pembatikan di Kebumen yaitu berasal dari Yogyakarta sekitar abad
ke-XI. Pekembangan kerajinan batik di Purworejo dibandingkan dengan di Kebumen
lebih cepat di Kebumen. Produksinya sama pula dengan Yogya dan daerah Banyumas
lainnya.
Sedangkan di daerah Bayat, Kecamatan Tembayat
Kebumen-Klaten yang letaknya lebih kurang 21 Km sebelah Timur kota Klaten.
Daerah Bayat ini adalah desa yang terletak dikaki gunung tetapi tanahnya
gersang dan minus. Daerah ini termasuk lingkungan Karesidenan Surakarta dan
Kabupaten Klaten dan riwayat pembatikan disini sudah pasti erat hubungannya
dengan sejarah kerajaan kraton Surakarta masa dahulu. Desa Bayat ini sekarang ada
pertilasan yang dapat dikunjungi oleh penduduknya dalam waktu-waktu tertentu
yaitu “makam Sunan Bayat” di atas gunung Jabarkat. Jadi pembatikan didesa Bayat
ini sudah ada sejak zaman kerjaan dahulu. Pengusaha-pengusaha batik di Bayat
tadinya kebanyakan dari kerajinan dan buruh batik di Solo.
Sementara pembatikan di Kebumen dikenal sekitar awal abad
ke-XIX yang dibawa oleh pendatang-pendatang dari Yogya dalam rangka dakwah
Islam antara lain yang dikenal ialah: PenghuluNusjaf. Beliau inilah yang
mengembangkan batik di Kebumen dan tempat pertama menetap ialah sebelah Timur
Kali Lukolo sekarang dan juga ada peninggalan masjid atas usaha beliau. Proses
batik pertama di Kebumen dinamakan teng-abang atau blambangan dan selanjutnya
proses terakhir dikerjakan di Banyumas/Solo. Sekitar awal abad ke-XX untuk
membuat polanya dipergunakan kunir yang capnya terbuat dari kayu. Motif-motif
Kebumen ialah: pohon-pohon, burung-burungan. Bahan-bahan lainnya yang
dipergunakan ialah pohon pace, kemudu dan nila tom.
Pemakaian obat-obat import di Kebumen dikenal sekitar
tahun 1920 yang diperkenalkan oleh pegawai Bank Rakyat Indonesia yang akhimya
meninggalkan bahan-bahan bikinan sendiri, karena menghemat waktu. Pemakaian cap
dari tembaga dikenal sekitar tahun 1930 yang dibawa oleh Purnomo dari
Yogyakarta. Daerah pembatikan di Kebumen ialah didesa: Watugarut, Tanurekso
yang banyak dan ada beberapa desa lainnya.
Dilihat dengan peninggalan-peninggalan yang ada sekarang
dan cerita-cerita yang turun-temurun dari terdahulu, maka diperkirakan didaerah
Tasikmalaya batik dikenal sejak zaman “Tarumanagara” dimana peninggalan yang
ada sekarang ialah banyaknya pohon tarum didapat disana yang berguna un-tuk
pembuatan batik waktu itu. Desa peninggalan yang sekarang masih ada pembatikan
dikerja-kan ialah: Wurug terkenal dengan batik kerajinannya, Sukapura,
Mangunraja, Maronjaya dan Tasikmalaya kota.
Dahulu pusat dari pemerintahan dan keramaian yang
terkenal ialah desa Sukapura, Indihiang yang terletak dipinggir kota
Tasikmalaya sekarang. Kira-kira akhir abad ke-XVII dan awal abad ke-XVIII
akibat dari peperangan antara kerajaan di Jawa Tengah, maka banyak dari
penduduk daerah: Tegal, Pekalongan, Ba-nyumas dan Kudus yang merantau kedaerah
Barat dan menetap di Ciamis dan Tasikmalaya. Sebagian besar dari mereka ini
adalah pengusaha-pengusaha batik daerahnya dan menuju kearah Barat sambil
berdagang batik. Dengan datangnya penduduk baru ini, dikenallah selanjutnya
pembutan baik memakai soga yang asalnya dari Jawa Tengah. Produksi batik
Tasikmalaya sekarang adalah campuran dari batik-batik asal Pekalongan, Tegal,
Banyumas, Kudus yang beraneka pola dan warna.
Pembatikan dikenal di Ciamis sekitar abad ke-XIX setelah
selesainya peperangan Diponegoro, dimana pengikut-pengikut Diponegoro banyak
yang meninggalkan Yogyakarta, menuju ke selatan. Sebagian ada yang menetap
didaerah Banyumas dan sebagian ada yang meneruskan perjalanan ke selatan dan
menetap di Ciamis dan Tasikmalaya sekarang. Mereka ini merantau dengan
keluargany a dan ditempat baru menetap menjadi penduduk dan melanjutkan tata
cara hidup dan pekerjaannya. Sebagian dari mereka ada yang ahli dalam
pembatikan sebagai pekerjaan kerajinan rumah tangga bagi kaum wanita. Lama
kelamaan pekerjaan ini bisa berkembang pada penduduk sekitarnya akibat adanya
pergaulan sehari-hari atau hubungan keluarga. Bahan-bahan yang dipakai untuk
kainnya hasil tenunan sendiri dan bahan catnya dibuat dari pohon seperti:
mengkudu, pohon tom, dan sebagainya.
Motif batik hasil Ciamis adalah campuran dari batik Jawa
Tengah dan pengaruh daerah sendiri terutama motif dan warna Garutan. Sampai
awal-awal abad ke-XX pembatikan di Ciamis berkembang sedikit demi sedikit, dari
kebutuhan sendiri menjadi produksi pasaran. Sedang di daerah Cirebon batik ada
kaintannya dengan kerajaan yang ada di aerah ini, yaitu Kanoman, Kasepuahn dan
Keprabonan. Sumber utama batik Cirebon, kasusnya sama seperti yang di
Yogyakarta dan Solo. Batik muncul lingkungan kraton, dan dibawa keluar oleh
abdi dalem yang bertempat tinggal di luar kraton. Raja-raja jaman dulu senang
dengan lukisan-lukisan dan sebelum dikenal benang katun, lukisan itu
ditempatkan pada daun lontar. Hal itu terjadi sekitar abad ke-XIII. Ini ada
kaitannya dengan corak-corak batik di atas tenunan. Ciri khas batik Cirebonan
sebagaian besar bermotifkan gambar yang lambang hutan dan margasatwa. Sedangkan
adanya motif laut karena dipengaruhioleh alam pemikiran Cina, dimana kesultanan
Cirebon dahulu pernah menyunting putri Cina. Sementra batik Cirebonan yang
bergambar garuda karena dipengaruhi oleh motif batik Yogya dan Solo.
Negara lain boleh saja mencoba untuk mengklaim
salah satu budaya lokal Indonesia. Tapi sejarah, khususnya batik, tidak akan
bisa dipindah dari akar asalnya. Dan batik sebenarnya bukan dari pulau Jawa
saja. Nyaris dari setiap pulau di Indonesia, memiliki ciri khas dari motif
batiknya masing-masing. Meski sekarang ada banyak batik, termasuk batik asal
China yang kini membanjiri pangsa pasar di Indonesia, namun tetap saja batik
khas buatan Indonesia memiliki ciri khas yang mampu memikat pecinta batik.K
Konon kata ‘batik’ berasal dari bahasa Jawa. Berasal dari kata ‘amba’ yang
artinya ’menulis’. Lalu ditambah ’titik’ yang berasal dari titik-titik jika
seseorang sedang membatik, sehingga kemudian menjadi ’ambatitik’, kemudian
’mbatik’ dan akhirnya dalam perkembangannya menjadi ’batik’. Karena pada
awalnya batik dikerjakan secara manual, dengan menulis dan tentu saja
menggunakan tangan. Inilah yang kemudian dikenal dengan ’batik tulis’.
Sejarah dari batik non-pesisir pada mulanya
dipakai oleh kalangan terbatas saja, yaitu kerabat keraton. Dan digunakan untuk
acara tertentu bahkan harus menggunakan corak tertentu pula. Misalnya,
perkawinan, kain batik yang digunakan harus bermotif Sidomukti atau Sidoluhur.
Sedangkan untuk acara mitoni (7 bulanan orang hamil), kain batik yang digunakan
bermotif Ceplok Garuda atau Parang Mangkoro. Masih banyak acara-acara ritual
yang berkaitan dengan penggunaan batik tertentu. Apa hubungan antara motif
batik dengan acara tertentu, konon ada ceritanya, namun banyak versinya.
Sementara batik pesisir agak bebas berekspresi. Corak-coraknya tidak memiliki
pakem, karena bersentuhan dengan rakyat kebanyakan. Umumnya berwarna cerah dan
berani. Karena memiliki kebebasan motifnya sangat kaya dan inovatif.
Mungkin karena batik pesisir memiliki kebebebasan
berekspresi, maka batik pesisir banyak berakulturasi dengan budaya asing. Baik
dengan akulturasi dengan negara Asia maupun Eropa, terutama Belanda yang lama
menjajah Indonesia. Kalau ada ditemui batik dengan motif bunga tulip, itulah
akulturasi batik dengan budaya Belanda. Sebagaimana diketahui, bunga tulip
terkenal ada di Belanda. Akulturasi dengan Asia umumnya dengan India dan China.
Motif bunga-bunga dipengaruhi oleh India, sementara pengaruh dari akulturasi
China dapat dilihat motif burung phoenix atau kupu-kupu atau ciri khas motif
China lainnya.
Namun yang harus dibedakan, tak semua motif hewan
adalah hasil akulturasi dengan budaya asing. Motif-motif hewan laut seperti
kerang, kuda laut adalah motif asli batik tulis pesisir Indonesia. Selama ini
banyak ditemui batik pesisir yang menawan. Misalnya, dari Pekalongan, Cirebon,
Lasem, Tuban, daerah daerah Pesisir Madura atau Banyuwangi yang memiliki batik
Gajah Oleng yang dulunya motif motif tertentu cuma boleh dikenakan oleh raja-raja
di Blambangan. Konon mulanya pembatik di daerah pesisir pada mulanya membatik
hanya untuk keisengan. Demi menghilangkan kejenuhan menunggu suami dan anaknya
melaut mencari ikan, ibu-ibu membunuh waktu dengan membatik. Juga untuk
membunuh waktu menunggu masa panen. Namun kini batik-batik pesisir menjadi
karya yang bisa dibilang menakjubkan dan menjadi industri yang bagus.
- Batik Pekalongan
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai
dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan
sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif
batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan
terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang
sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya
peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang
meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat.
Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya
mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan
corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke
Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas,
Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik
Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan
mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini
batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan
daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.
Perjumpaan
masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab,
India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif
dan tata warna seni batik.
Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Adapun motifnya antara lain batik Jlamprang diilhami dari Negeri India dan Arab, batik Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Cina, batik Pagi Sore oleh Belanda, dan batik Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang. |
Perkembangan budaya
teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain
yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh
negara-negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke
masa.
Batik Pekalongan
menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil,
bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau
hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di
rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan
masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni
Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.
Pasang surut
perkembangan batik Pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon
bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah
menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi
nafas kehidupan sehari-hari warga Pekalongan dan merupakan salah satu produk
unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan produk batik.
Karena terkenal dengan produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik.
Julukan itu datang dari suatu tradisi yang cukup lama
berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah, aneka sifat, ragam
kegunaan, jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim dan
keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan dan kesiapan
masyarakatnya dalam menerima paham serta pemikiran baru.
Batik
yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam
tradisional yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang
mampu hadir seindah dan sehalus batik Pekalongan.
Salah
Satu Motif Batik Pekalongan: Warisan Budaya yang Patut Dipertahankan (Foto
www.images.google.co.id)
2. Batik Cirebon bermotif mahluk laut
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia (
Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan
kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada
Konferensi PBB. Batik dipakai untuk membungkus seluruh tubuh oleh penari Tari
Bedhoyo Ketawang di keraton jawa
Gambar : Batik
Cirebon bermotif mahluk laut
3.
Baju Batik di Indonesia
Pada awalnya baju batik kerap dikenakan pada acara acara resmi untuk
menggantikan jas. Tetapi dalam perkembangannya apda masa Orde Baru baju batik
juga dipakai sebagai pakaian resmi siswa sekolah dan pegawai negeri (batik
Korpri) yang menggunakan seragam batik pada hari Jumat. Perkembangan
selanjutnya batik mulai bergeser menjadi pakaian sehari-hari terutama digunakan
oleh kaum wanita. Pegawai swasta biasanya memakai batik pada hari kamis atau
jumat.
Gambar : Batik
dipakai untuk membungkus seluruh tubuh oleh penari Tari Bedhoyo Ketawang di
keraton jawa.
4.
Baju batik di Malaysia
Setiap hari Kamis, semua pegawai negeri lelaki di Malaysia diharuskan
memakai baju batik Malaysia mulai 17 Januari 2008. Ketua Pengarah Jabatan
Perkhidmatan Awam Tan Sri Ismail Adam telah membagikan kepada semua jabatan
kerajaan. Sebelum ini peraturan memakai baju batik hanya pada hari Sabtu saja. Kemudian diubah kepada hari ke-1 dan hari
ke-15 setiap
Gambar : Batik Tiga Negeri
.
Gambar :Batik
Lasem
5. Batik Solo dan Yogyakarta
Laweyen
adalah salah satu sentral Batik di Solo. Kampung ini Tentunya ada banyak sekali sejarah yang tertinggal di kapung ini
dan menjadi icon Batik Solo.
Dari
kerjaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik
kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya
sekadar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun
perkembangan selanjutnya, pleh masyarakat batik dikembangkan menjadi komoditi
perdagamgan.
Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya
batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang
dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam
negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap
antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluruh”.
Di kawasan
Laweyan ada Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Batikan, dan Jongke, yang
penduduknya banyak yang menjadi produsen dan pedagang batik, sejak dulu sampai
sekarang. Di sinilah tempat berdirinya Syarekat Dagang Islam, asosiasi dagang
pertama yang didirikan oleh para produsen dan pedagang batik pribumi, pada
tahun 1912.
Bekas kejayaan
para saudagar batik pribumi tempo doeloe yang biasa disebut ‘Gal Gendhu’ ini
bisa dilihat dari peninggalan rumah mewahnya. Di kawasan ini, mereka memang
menunjukkan kejayaannya dengan berlomba membangun rumah besar yang mewah dengan
arsitektur cantik.
Kawasan Laweyan
dilewati Jalan Dr Rajiman, yang berada di poros Keraton Kasunanan Surakarta –
bekas Keraton Mataram di Kartasura. Dari Jalan Dr Rajiman ini, banyak terlihat
tembok tinggi yang menutupi rumah-rumah besar, dengan pintu gerbang besar dari
kayu yang disebut regol. Sepintas tak terlalu menarik, bahkan banyak yang
kusam. Tapi begitu regol dibuka, barulah tampak bangunan rumah besar dengan
arsitektur yang indah. Biasanya terdiri dari bangunan utama di tengah, bangunan
sayap di kanan-kirinya, dan bangunan pendukung di belakangnya, serta halaman
depan yang luas.
Dengan bentuk
arsitektur, kemewahan material, dan keindahan ornamennya, seolah para raja
batik zaman dulu mau menunjukkan kemampuannya untuk membangun istananya, meski
dalam skala yang mini. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah rumah besar
bekas saudagar batik yang terletak di pinggir Jalan Dr Rajiman, yang dirawat
dan dijadikan homestay Roemahkoe yang dilengkapi restoran Lestari.
Tentu saja tak
semuanya bisa membangun “istana” yang luas, karena di kanan-kirinya adalah
lahan tetangga yang juga membangun “istana”-nya sendiri-sendiri. Alhasil,
kawasan ini dipenuhi dengan berbagai istana mini, yang hanya dipisahkan oleh
tembok tinggi dan gang-gang sempit. Semangat berlomba membangun rumah mewah ini
tampaknya mengabaikan pentingnya ruang publik. Jalan-jalan kampung menjadi
sangat sempit. Terbentuklah banyak gang dengan lorong sempit yang hanya cukup
dilewati satu orang atau sepeda motor.
Tapi di sinilah
uniknya. Menelusuri lorong-lorong sempit di antara tembok tinggi rumah-rumah
kuno ini sangat mengasyikkan. Kita seolah berjalan di antara monumen sejarah
kejayaan pedagang batik tempo doeloe. Pola lorong-lorong sempit yang diapit
tembok rumah gedongan yang tinggi semacam ini juga terdapat di kawasan Kauman,
Kemlayan, dan Pasar Kliwon. Karena mengasyikkan, menelusuri lorong-lorong
sejarah kejayaan Laweyan yang eksotis ini bisa menghabiskan waktu. Apalagi jika
Anda melongok ke dalam, melihat isi dan keindahan ornamen semua “istana” di
kawasan ini.
Tapi sayangnya
satu per satu bangunan kuno yang berarsitektur cantik, hancur digempur zaman,
digantikan ruko atau bangunan komersial baru yang arsitekturnya sama sekali
tidak jelas. Pemerintah daerah setempat tak bertindak apa pun menghadapi
kerusakan artefak sejarah ini. Bahkan bekas rumah Ketua Sarekat Dagang Islam H.
Samanhoedi, yang seharusnya dilindungi sebagai saksi sejarah, sudah tidak utuh
lagi, bagian depannya digempur habis. Bekas istana Mataram di Kartasura juga
dibiarkan hancur berantakan.
Pasar Klewer merupakan salah satu ikon kota solo. Pasar
ini setiap harinya sangat ramai di kunjungi oleh para pembeli yang datang dari
berbagai kota. Pasar klewer juga termasuk tempat yang bersejarah dan memilki
seni yang tinggi. disini dapat kita temui berbagai macam produksi konveksi yang
ada di wilayah solo dan sekitarnya. di sini juga banyak di jual batik dari
produk dari solo sendiri maupun daerah lain. Pasar klewer memang tidak
bisa di pisahkan dari kerajinan batik solo.
- Batik Yogyakarta
Asal-usul
pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan
rajanya Panembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah didesa Plered.
Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang
dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada
trap pertama pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan
tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun
wanita memakai pakaian dengan kombonasi batik dan lurik. Oleh karena kerajaan
ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat tertarik pada pakaian-pakaian
yang dipakai oleh keluarga kraton dan ditiru oleh rakyat dan akhirnya meluaslah
pembatikan keluar dari tembok kraton.
Akibat dari
peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga raja-raja maupun antara
penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi
dan menetap didaerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, dan
kedaerah Timur Ponorogo, Tulungagung dan sebagainy a. Meluasny a daerah
pembatikan ini sampai kedaerah-daerah itu menurut perkembangan sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dimulai abad ke-18. Keluarga-keluarga kraton yang
mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan seluruh pelosok pulau Jawa yang
ada sekarang dan berkembang menurut alam dan daerah baru itu.
Perang Pangeran
Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarganya serta para
pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke
arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan
pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik.
Ke Timur batik
Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto
serta Tulung Agung. Selain itu juga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura.
Sedang ke arah Barat batik berkem-bang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon.
- Batik Ciamis
Pembatikan
dikenal di Ciamis sekitar abad ke-XIX setelah selesainya peperangan Diponegoro,
dimana pengikut-pengikut Diponegoro banyak yang meninggalkan Yogyakarta, menuju
ke selatan. Sebagian ada yang menetap didaerah Banyumas dan sebagian ada yang
meneruskan perjalanan ke selatan dan menetap di Ciamis dan Tasikmalaya
sekarang. Mereka ini merantau dengan keluargany a dan ditempat baru menetap
menjadi penduduk dan melanjutkan tata cara hidup dan pekerjaannya. Sebagian
dari mereka ada yang ahli dalam pembatikan sebagai pekerjaan kerajinan rumah
tangga bagi kaum wanita. Lama kelamaan pekerjaan ini bisa berkembang pada
penduduk sekitarnya akibat adanya pergaulan sehari-hari atau hubungan keluarga.
Bahan-bahan yang dipakai untuk kainnya hasil tenunan sendiri dan bahan catnya
dibuat dari pohon seperti : mengkudu, pohon tom, dan sebagainya.
Motif batik
hasil Ciamis adalah campuran dari batik Jawa Tengah dan pengaruh daerah sendiri
terutama motif dan warna Garutan. Sampai awal-awal abad ke-XX pembatikan di
Ciamis berkembang sedikit demi sedikit, dari kebutuhan sendiri menjadi produksi
pasaran. Sedang di daerah Cirebon batik ada kaintannya dengan kerajaan yang ada
di aerah ini, yaitu Kanoman, Kasepuahn dan Keprabonan. Sumber utama batik
Cirebon, kasusnya sama seperti yang di Yogyakarta dan Solo.
Batik muncul
lingkungan kraton, dan dibawa keluar oleh abdi dalem yang bertempat tinggal di
luar kraton. Raja-raja jaman dulu senang dengan lukisan-lukisan dan sebelum
dikenal benang katun, lukisan itu ditempatkan pada daun lontar. Hal itu terjadi
sekitar abad ke-XIII. Ini ada kaitannya dengan corak-corak batik di atas
tenunan. Ciri khas batik Cirebonan sebagaian besar bermotifkan gambar yang
lambang hutan dan margasatwa. Sedangkan adanya motif laut karena
dipengaruhioleh alam pemikiran Cina, dimana kesultanan Cirebon dahulu pernah
menyunting putri Cina. Sementra batik Cirebonan yang bergambar garuda karena
dipengaruhi oleh motif batik Yogya dan Solo.
- Batik Cirebon
Secara umum,
batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik pesisiran. Tetapi juga bisa
termasuk “Kraton” (Istana) kelompok batik, karena Cirebon memiliki dua istana,
Istana Kasepuhan dan Kanoman Palace. Berdasarkan sejarah kedua istana,
sejumlah desain batik Cirebonan Klasik yang dilakukan oleh beberapa desa Trusmi
sampai hari ini (motif seperti Mega Mendung, Paksinaga Liman, Patran Keris,
Patran Kangkung, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas,
Sawat penganten, Katewono, Gunung Giwur, Simbar Menjangan, Simbar Kendo, dll).
Karakteristik
yang dimiliki oleh batik Cirebon biasanya termasuk motif wadasan (batu), ada
unsur dekorasi, bentuk awan di bagian disesuaikan dengan motif utama, warna
lebih muda di latar belakang dibandingkan dengan warna garis pada motif utama
dan biasanya muncul bersih daripada noda-noda hitam atau warna yang tidak
digunakan dalam proses manufaktur, yang disebabkan oleh penggunaan lilin
batik-line rusak. Warna dominan adalah biasanya kuning (Sogan scrub),
warna dasar, hitam dan krim, atau gelap merah, biru tua, kain hitam dengan
warna dasar krem atau putih gading. Beberapa kain latar belakang cenderung
dibiarkan kosong tanpa diisi dengan ornament.
- Batik Indramayu
Batik Indramayu
termasuk dalam jenis Batik Pesisir jika dilihat dari jenis pola-pola yang ada,
mayoritas motif batik yang digunakan di Indramayu hadir dalam kegiatan
penangkapan ikan di laut. Motif batik di Indramayu banyak mendapat pengaruh
besar dari gambar atau motif kaligrafi dari Arab, Cina atau daerah Jawa Tengah /
Jawa Timur.
Karakteristik
menonjol dari Batik Indramayu adalah ranggam dinyatakan flora dan fauna bahkan,
dengan borgol dan banyak garis lengkung yang lancip (riritan), latar belakang
putih dan warna gelap dan banyak titik-titik yang dibuat dengan teknik cocolan
jarum, dan bentuk dari isen-isen (sawut) yang pendek dan kaku. Motif Etong,
misalnya, menggambarkan berbagai satwa laut yang dibawa pulang oleh setelah
ikan laut seperti ikan, udang, cumi, ubur-ubur dan kepiting. Motif Kapal
Terdampar menyiratkan bahwa kapal nelayan berada pada batu yang sedang
terdampar. Motif Ganggeng, sesuai dengan nama yang menjelaskan jenis rumput
laut yang ditemukan di Pantai Utara Jawa.
Sedangkan motif
Kembang Gunda adalah tanaman yang tinggal di pesisir pantai dan bisa menjadi
lauk pecel. Selain menjelaskan kegiatan di pesisir, batik motif khas Indramayu
juga menggambarkan bahwa ada kegiatan sehari-hari seperti Motif Swastika, Motif
Merak Ngibing, Motif Kereta Kencana, dan Motif Rombeng Jati. Motif Swastika
diilhami oleh masa penjajahan Jepang, menggambarkan simbol kekerasan yang
terjadi selama penjajahan Jepang. Merak Ngibing diilhami oleh motif yang indah
burung merak. Sementara motif Kereta Kencana merupakan gambaran Raja Wilarodra
yang sedang berada di kandang kuda kerajaan.
- Batik Tulung Agung
Batik merupakan tradisi yang mempunyai catatan panjang di
Kabupaten Tulungagung. Produk ini awalnya merupakan karya seni tradisional yang
kemudian dikembangkan menjadi industry modern.
Hasil batik khas Tulungagung hampir mirip batik Solo
maupun Yogyakarta, yakni mengambil motif Mataraman, seperti Sido Mukti, Rujak
Sente, Kawung. Tapi disini dapat dikatakatan berbeda karena motif batik dari
Tulungagung lebih mengembangkan pewarnaannya yang menonjol yaitu ke arah warna
hijau, biru, dan kuning. Selain itu yang membedakan dengan hasil batik tulis
daerah lainnya adalah corak khas pesisir yang dijadikan ciri khusus dari hasil
produk batik tulis Tulungagung ini. Mulai motif Kawung, Barong, Padas, Kopi Pecah,
dan Truntum, merupakan bagian kecil dari ratusan motif batik asli Kabupaten
Tulungagung. Keberadaan motif etnik bergaya Matarama kuno ini, disebutkan telah
ada sejak puluhan tahun lalu hingga sampai saat ini masih dipertahankan.
Selain mempertahankan motif Mataraman para pengusaha
batik di Kabupaten Tulungagung juga membuat motif-motif kreasi tanpa
meninggalkan ciri khas batik Tulungagung, hal ini dimaksudkan untuk menarik
para konsumen. Ataupun juga tidak memproduksi motif batik secara masal akan
tetapi hanya membuat satu jenis saja dan biasanya sesuai dengan pesanan dari
pembeli yang datang. Hal inilah yang bisa membuat batik tulis Tulungagung lebih
mempunyai nilai eklusive 7441. Usaha batik ini tersebar di Kecamatan Kauman,
dan juga Kecamatan Kedungwaru dengan jumlah lebih dari 50 unit usaha yang
tersebar di kawasan tersebut.
- Batik Tuban
Keberadaan profesi pengrajin batik tulis tradisional
sekarang ini hampir-hampir merupakan pekerjaan yang telah banyak ditinggalkan
oleh banyak orang, karena ketrampilan yang dibutuhkan dianggap tidak sebanding
dengan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan sebagai pengrajin batik tulis,
sehingga hanya dari tangan-tangan terampil para pengrajinlah kita dapat
menikmati suatu karya budaya yang bernilai seni tinggi.
Batik tulis tradisional Tuban adalah suatu karya budaya
yang keberadaannya sampai sekarang masih diterima oleh masyarakat.sebab
disamping nilai estetik yang ditampilkannya cukup tinggi, juga kandungan nilai
budaya dalam karya ini tampak jelas, sehingga batik tulis tradisional Tuban ini
merupakan suatu produk yang memiliki kekhasan tersendiri.
Mengingat semakin menipisnya kemauan anggota masyarakat
menekuni profesi ini karena dianggap tidak komersil, maka potensi dan keberadaan
produk tradisonal ini perlu dilestarikan bahkan perlu dikembangkan.
Sejarah
Batik Tulis Tradisonal Tuban
Tuban sebagai salah satu wilayah di
bagian Timur dari pulau jawa, memiliki satu corak kebudayaan yang unik,
mengapa? Karena dalam
sejarah wilayah ini telah masuk 3 tata nilai kebudayaan yang saling
mempengaruhi, dan sampai sekarang kebudayaan ini masih tetap eksis dan
sama-sama berkembang, tanpa membuat salah satu kebudayaan ini tersingkir.
Ketiga kebudayaan tersebut adalah
- Jawa, yang meresap saat wilayah ini dalam kekuasaan jaman Majapahit (abad XII-XIV)
- Islam, karena diwilayah ini hidup seorang ulama yang ternama yaitu Sunan Bonang (1465- 1525 M)
- Tiongkok(cina), karena di Tubanlah para sisa lascar tentara kubalai khan melarikan diri dari kekalahannya pada saat menyerang Jawa di awal abad XII, hingga kini masyarakat keturunan ini banyak bermukim di Tuban.
Proses interaksi
ketiga kebudayaan ini berlangsung sekian lamanya hingga sekarang dan sangat
mempengaruhi pola kehidupan masyarakat Tuban sampai kini.
Motif Batik
Tulis Tradisional Tuban, apabila di cermati, terlihat betapa motif-motif
tersebut sangat dipengaruhi nilai-nilai budaya jawa, islam, dan tiongkok.
Gambar-gambar burung pada motif batik tulis Tuban jelas terlihat pengaruh dari
budaya tiongkok, karena gambar burung yang dimotifkan pada batik tulis tersebut
Nampak adalah burung”Hong”yang jelas tidak terdapat di wilayah Tuban.
Sedang pada
motif bunga jelas terlihat adalah motif-motif tradisional yang sejak lama
dibuat dihampir seluruh wilayah pulau Jawa. Sedangkan pengaruh islam pada motif
batik tulis Tuban terlihat pada motif dengan nama yang religious seperti kijing
miring. Dahulu batik tulis ini hanya digunakan untuk upacara-upacara
tradisional masyarakat Tuban seperti sedekah bumi, pernikahan, pemakaman.
Pada
perkembangan jaman, sekarang ini penggunaan batik tulis Tuban tidak hanya untuk
upacara-upacara adat, namun telah meluas pada penggunaannya seperti ; taplak
meja, sarung bantal, dekorasi, hiasan dinding, model baju modist baik untuk
pria dan wanita.
Dari hal-hal
tersebut diatas jelaslah bahwa batik tulis tradisional Tuban yang memiliki ciri
khas yang unik sangat perlu untuk dilestarikan keberadaannya apalagi potensi
pengembangannya sangat prospektif.
- Batik Madura
Sebagai pulau
penghasil garam mempunyai ciri khas warna-warna yang cerah dan motif yang
beragam menunjukkan karakter masyarakat lokal. Warna batiknya adalah
warna-warna berani, mulai dari merah, hijau, kuning dan biru. Batik Madura
menggunakan pewarna alami sehingga warnanya cukup mencolok. Motif batik Madura berbeda
karena pengaruh dari daerah pinggiran, seperti gambar burung.
Batik Madura
juga memiliki cerita masing-masing. Misal, batik tipe Tasik Malaya diadopsi
dari cerita penantian seorang istri terhadap suaminya. Kemudian terdapat pula
cerita tentang panji suci, nyiur melambai, tar poteh yang memiliki latar putih
bermakna sebagai kesucian seorang wanita serta cah keneh yaitu perempuan cantik
dari Cina.
Kebanggaan
menjadi Indonesia itu dapat diwujudkan antara lain melalui kecintaan terhadap
karya seni Indonesia berupa musik, kecintaan terhadap cita rasa Indonesia dalam
aneka hidangan Indonesia, dan juga kecintaan terhadap batik sebagai corak khas
busana nusantara yang dapat ditemui di banyak daerah di Indonesia.
- Batik Bali
Memang masih relatif baru, namun perkembangan industri
batik di Bali begitu pesat. Barangkali karena Bali menyimpan banyak potensi
motif dan desain lokal. Puluhan desain batik khas Bali telah lahir. Dari yang
berharga murah hingga yang selangit. Sejauh ini, harga pasaran rata-rata batik
tulis yang beredar di Bali Bali yang berkualitas bagus berkisar antara Rp 350
ribu hingga Rp 2 juta. Tingginya harga tersebut karena batik-batik tersebut
dibuat dari kain bermutu dan digambar langsung dengan tangan serta menggunakan
bahan pewarna alami seperti yang dibuat oleh Ida Ayu Pidada (dengan merek
“Batik Wong Bali”) atau oleh A.A. Inten Trisna Manuambari (dengan merek
“Diamanta”).
Itu yang berkualitas “wah”. Kalau yang berkualitas busana
hari-hari, harganya tidak sampai setinggi itu. Paling-paling kisarannya antara
Rp. 15 ribu hingga Rp. 75 ribu.
Batik sendiri
merupakan hasil kerajinan yang telah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak
berabad-abad lalu, khususnya di Jawa. Istilah “batik” konon berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis
dan “nitik”yang berarti membuat titik. Secara bebas, kata “batik” merujuk pada
teknik pembuatan corak dan pencelupan kain dengan menggunakan bahan perintang
warna berupa malam (wax), yang diaplikasikan di atas kain. Dalam bahasa Inggris
teknik ini dikenal dengan istilah wax-resist dyeing. Teknik ini hanya bisa
diterapkan di atas bahan yang terbuat dari serat alami seperti katun, sutra,
dan wol. Jika ada kain batik yang pembuatan corak dan pewarnaannya tidak
menggunakan teknik di atas kain tersebut dinamakan kain bercorak batik, bukan
kain batik. Kain macam itu biasanya dibuat dalam skala industri dengan teknik
cetak.
Di toko-toko
kerajinan dan toko kain di Bali, banyak dijual kain batik dengan berbagai corak
dan kualitas. Untuk memudahkan memilih agar sesuai antara uang yang kamu
keluarkan dengan kualitas barang yang kamu dapatkan, kenalilah terlebih dahulu
jenis-jenis batik yang ada. Sekali lagi, dari segi teknik pembuatannya, ada
empat jenis kain batik yang dijual orang, yaitu: batik tulis, batik cap, batik
kombinasi tulis-cap, batik printing, dan batik cabut (perpaduan teknik printing
dan tulis).
Untuk mengetahui
apakah sehelai kain batik yang kamu pegang merupakan batik tulis atau yang
lain, ada beberapa hal yang perlu kamu perhatikan antara lain:
- Motif pada batik tulis meskipun polanya sama tapi bentuknya tidak pernah sama persis (asimetris). Ada bagian yang lebih kecil atau lebih besar dari gambar yang lain.
- Aksen dalam setiap gambar tidak sama besarnya
- Motif batik tulis asli biasanya memiliki aroma yang khas, warna yang digunakan berasal dari kulit-kulit kayu, dan bahan alami lainnnya.
- Kain Mori yang dipakai biasanya lebih berat dibanding mori untuk jenis batik lainnya.
- Batik Sumatra
Batik
Tanah Liek, Batiknya Sumatera Barat
Wirda Hanim
mengangkat kembali pesona batik tanah liek.Bila dulu batik
ini dibawa dari Cina, kini ia memproduksinyadi Ranah Minang.
Batik ini disebut batik tanah liek, karena batik yang
asalnya dari Sumatera Barat itu salah satu pewarnanya adalah tanah liek,
yaitu tanah liat. Ada bermacam-macam sumber pewarna alam lainnya. Ada yang dari
kulit jengkol, kulit rambutan, gambir, kulit mahoni, daun jerame dan masih
banyak akar-akar lainnya yang juga digunakan. Sejumlah pewarna alam ini adalah
hasil penemuan Wirda Hanim yang sudah berulang-ulang kali dicoba.
Untuk mengetahui cara membuat pewarna alam, Wirda Hanim
sempat belajar ke Yogyakarta. Setelah kembali ke Padang, ia mengolah lagi dan
tak bosan-bosannya melakukan eksperimen berulang kali dengan memanfaatkan bahan
alam yang ada di sekitarnya. Kerja keras serta upayanya itu tidak sia-sia. Pada
2006, ia mendapat Upakarti dari Presiden.
Sebelum terjun sebagai perajin batik, mulanya
Wirda adalah perajin sulam dan bordir. Ceritanya suatu hari ia
menghadiri acara pesta Di sana ia melihat ada seorang wanita tua
mengenakan batik tanah liek yang sudah lusuh. Wirda ingin sekali agar batik
lusuh itu dapat cerah seperti sedia kala. Tapi ia tidak tahu caranya. Rasa
ingin tahunya mengenai batik semakin menggebu. Wirda jadi `jatuh
hati` pada batik. Tak kepalang tanggung, ia belajar membatik di Yogyakarta.
Karena ternyata tidak mudah, akhirnya ia memboyong pembatik asal Jawa Tengah
itu ke Padang. Oleh Wirda sejumlah ibu rumah tangga di sekitar rumahnya
dikumpulkan untuk belajar membatik. Akhirnya sampai kini mereka jadi pandai
membatik. Para ibu rumah tangga inilah adalah bagian dari 50 perajin batik yang
bekerja untuk Wirda. Selain mereka, Wirda mempekerjakan kaum pria untuk bagian
pencelupan warna dan melorot..
Menurut Yanti, yang sehari-harinya dipercaya di bagian
penjualan, Wirda Hanim satu-satunya perajin batik di Padang yang menggunakan
pewarna alam. “Selain sudah pernah pameran di berbagai kota besar,
Ibu pernah pameran di luar negeri, yang saya tahu sekali di Afrika.”jelas
Yanti.
Batik Tanah Liek menurut sejarahnya berasal dari Cina
yang dibawa oleh pedagang Cina. Karena indahnya wanita Minang
memanfaatkan batik ini untuk selendang. Harganya tergolong mahal Sehingga
hanya digunakan pada acara-acara tertentu saja. Pada acara itu pun hanya
dipakai oleh ninik mamak dan bundo kanduang, atau panutan
adat. Selendang ini selalu dipertahankan oleh orang Minang sebagai
kerajinan peninggalan nenek moyang.
Tenunan berbenang emas yang cantik (kain balapak)
sudah merupakan ciri khas pakaian adat Minangkabau. Keindahannya sering kali di
nilai dengan “barek” atau seberapa berat kain tersebut. Karena memang kain
tenun berbenang emas tersebut cukup berat bila di kenakan.
Namun tidak banyak yang tahu bahwa Minangkabau
mempunyai tenunan khas berupa batik yang tidak kalah indahnya. Batik
Minangkabau ini disebut batik tanah liek, karena batik yang asalnya dari
Minangkabau ini salah satu pewarnanya adalah tanah liek, yaitu
tanah liat.
Bila dilihat
dari bahan pewarna yang digunakan dan cara pembuatan, teknologi pembuatan batik
tanah liet ini merupakan teknologi tertua dalam pembuatan batik di Indonesia.
Diduga batik ini muncul dari pengaruh kebudayaan Cina. Nenek moyang orang
Minangkabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia
(Indo-Cina) mengarungi Laut Cina Selatan, menyeberangi Selat Malaka dan
kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Inderagiri (atau; Kuantan). Sebagian
di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta peradaban mereka di
sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang. Pada perkembangannya, batik tanah liet ini
hanya dibuat beberapa orang perajin seperti di Tanah Datar. Tapi kerajinan ini
hilang tanpa jejak sejak zaman peperangan, mungkin zaman pendudukan
Jepang.
Motif batik
tanah liet banyak terinspirasi dari binatang-binatang seperti kuda laut dan
burung hong yang merupakan motif kuno batik minangkabau ini. Dari 9 motif yang
ada, 6 motif fauna dan 1 motif flora yaitu kaluak paku yang digunakan untuk
pinggiran kain. Sedang motif lainnya berupa lukisan non figur.
Warna batik hanya ada dua, warna
tanah dan hitam. Warna tanah didapatkan dari merendam kain dalam larutan tanah
liat. Biasanya proses perendaman memakan waktu seminggu lamanya. Sedangkan
warna hitam diperoleh dari larutan kulit jengkol yang direndam dalam air. Ada
bermacam-macam sumber pewarna alam lain yang digunakan batik tanah liet ini.
Ada yang dari kulit jengkol, kulit rambutan,
gambir, kulit mahoni, daun jerami dan masih banyak akar-akar lainnya yang
juga digunakan.
Karena harganya
yang tergolong mahal, dahulu batik tanah liet hanya dipakai untuk upacara
khusus saja. Pada acara itu pun hanya dipakai oleh ninik
mamak dan bundo kanduang, atau panutan adat Para datuk
memakainya dalam bentuk selendang yang dilingkarkan pada leher. Sedangkan kaum
perempuan menyampirkan selendang itu di bahu. Caranya, ujung kain pertama
dililit dua kali di bahu kiri. Ujung
lainnya disampirkan di tangan kanan melalui bagian belakang badan. Selendang
ini selalu dipertahankan oleh orang Minang sebagai kerajinan peninggalan nenek
moyang.
0 komentar:
Posting Komentar