PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL
Luasnya substansi hukum internasional tersebut dapat dibuktikan pada bukti-bukti sebagai berikut:
1) Macam subyek-subyek hukum internasional itu tidak lagi terbatas oleh negara, tetapi sudah jauh lebih banyak.
2) Sebagai konsekuensi dari semakin bertambahnya macam dan jumlah subyek-subyek hukum internasional, maka semakin bertambah juga macam dan jumlah dari hubungan-hubungan (hukum) internasional yang tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu.
3) Masalah-masalah yang timbul yang juga menjadi obyek pengaturan hukum internasional juga semakin bertambah banyak.
Apabila dibandingkan dengan ruang lingkup dan substansi hukum internasional pada masa lampau, terutama pada masa abad ke 19 dan awal abad ke 20, dimana hukum internasional hanya merupakan sekumpulan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antar negara, tampaklah bahwa hukum internasional dewasa ini sudah sedemikian jauh perubahan dan perkembangannya. Hukum internasional dengan ruang lingkup dan substansi seperti yang dikemukakan di atas inilah yang lebih dikenal dengan sebutan hukum internasional modern.
Di samping itu perlu dibedakan antara hukum internasional publik dan hukum internasional privat.
Hukum internasional publik : mengatur hubungan antar negara dan subjek-subjek hukum lainnya.
Hukum internasional privat : mengatur hubungan antara individu-individu atau badan-badan hukum dari negara-negara yang berbeda.
Mengingat bahwa yang membuat hukum internasional adalah negara-negara, baik melalui hukum kebiasaan maupun melalui hukum tertulis dan karena negara-negara itu pula yang merupakan pelaku dan sekaligus pengawas dari pelaksanaan hukum tersebut tentu saja hukum internasional tidak mungkin dapat sekuat hukum nasional.
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL
1. Hukum internasional pada zaman kuno
Pada zaman yunani kuno dibagi menjadi 2 yaitu:
Pada zaman yunani kuno
Sudah lahir para ahli-ahli pikir seperti scorates, plato, dan aristoteles yang mengemukakan gagasan-gagasan mengenai wilayah , masyarakat,individu. Walaupun lebih dari dua ribu tahun yang lalu, city-states di Yunani didiami oleh bangsa dengan bahasa yang sama, dan hubungan mereka lebih diatur oleh ketentuan-ketentuan yang kemudian bernama hukum internasional.
Pada zaman romawi,
Berbeda dengan zaman yunani kuno, yaitu hubungan internasionalsudah ditandai dengan adanya negara-negara dalam arti yang sebenarnya. Negara romawi membuat bermacam-macam perjanjian seperti perjanjian-perjanjian persahabatan, persekutuan, dan perdamaian. Pada abad ke-15 dan 16 city-states di Italiamengembangkan prektik pengiriman duta-duta besar reside ke kota masing-masing yang berakibat dibuatnya prinsip-prinsip hukum mengatur hubungan diplomatik antara mereka, terutama kekebalan-kekebalan para duta besar dan stafnya.
Pada abad ke-16 dan 17baru berkembang setelah lahirnya negara-negara dengan sistem modern di Eropa. Perkembangan hukum internasional pada waktu itu sangat banyak dipemgaruhi oleh karya-karya tokoh-tokoh kenamaan di eropa yang dapat dibagi atas dua aliran utama, yaitu :
• Golongan Naturalis : Prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa yang dapat ditemui dengan akal sehat. Golongan naturalis yang merumuskan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam bersumberkan pada ajaran tuhan.
• Golongan positivis : Hukum yang mengatur hubungan antar negara dalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antaranegara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional.
Pada abad ke-19, ada beberapa faktor hukum internasional berkembangan berkembang dengan cepat:
Negara-negara Eropa sesudah Kongres Wina 1815 berjanji untuk selalu memakai prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain,
Banyak dibuat perjanjian-perjanjian (law-making treaties) seperti bidang perang dan netralitas, peradilan, dan arbitrasi,
Berkembangannya perundingan-perundingan multilateral yang sering melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang baru.
Di paruh kedua abad ke-20, ada beberapa faktor-faktor penyebabnya hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesatantara lain sebagai berikut:
Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara,
Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerja sama antarnegara di berbagai bidang,
Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global,
Bermunculannya organisasi-organisasi internasional seperti PBB yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dala berbagai bidang.
Sudah merupakan ketentuan alam bahwa di saat individu-individu menagtur kehidupan mereka dalam suatu masyarakat, mereka segera merasa perlu untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungannya satu sama lain.
2. Hukum internasional pada zaman LBB (Liga Bangsa-bangsa)
Pada tahun 1919 tak lama setelah berakhirnya Perang Dunia I, sebagai organisasi internasional yang bergerak dalam ruang lingkup dan tujuan global, yakni mewujudkan ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia, secara tersimpul dapat pula dipandang sbagai usaha-usaha untuk kembali mengatur masyarakat internasional berdasarkan pada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. Pada tahun 1921, sebagai salah satu organ dari liga bangsa-bangsa serta badan penyelesaiansengketa lain yang sudah ada sebelumnya, dapat diartikan bahwa masyarakat internasional masih percaya dan hormat pada hukum internasional dalam mengatur hubungan-hubungan internasional.
Pada hakekatnya, berdirinya organisasi-organisasi internasionaladalah sebagai perwujudkan dari kerjasama internasional antara negara-negara untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dengan kata lain, organisasi internasional berfungsi sebagai sarana kerjasama internasional yang dilembagakan. Perundingan-perudingan bilateral maupun konperensi-konperensi internasional multilateral tetap merupakan jalur yang diandalkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
Peristiwa lainnya yang juga patut dicatat dalam sejarah perkembangan hukum internasional di Den Haag (Belanda) pada tahun 1930 yang diprakarsai oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sesuai dengan namanya, konperensi Den Haag 1930 ini berusaha untuk mengkondifikasikan pelbagai bidang hukum internasional. Konperensi ini telah menghasilkan beberapa konvensi internasional yang sangat bararti bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional pada kurun waktu tersebut, seperti Konvensi tentang Wesel, Cek, dan Aksep, Konvensi tentang Orang-Orang yang berdwikewarganegaraan dan Tanpa Kewarganegaraan.
Stabilitas masyarakat internasional pada masa setelah Perang Dunia I atau pada masa hidupnya Liga Bangsa-Bangsa ternyata tidak berumur panjang. Perang Dunia II yang meletus pada tahun 1939 dan diperluas dengan Perang Asia Timur Raya yang meletus ketika Jepang membom pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat, Pearl Harbour di Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941, merupakan peristiwa yang kedua kalinya memporak-porandakan struktur masyarakat internasional yang sebenarnya sudah mulai mapan. Meletusnya Perang Dunia II pada sisi lain dapat dipandang sebagai kegagalan dari Liga Bangsa-Bangsa dalam usahanya mewujudkan ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia.
3. Hukum internasional pada zaman PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
Belajar dari pengalaman sebelumnya, maka setelah berakhinya Perang Dunia II pada tahun 1945, dibentuklah Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations) yang secara resmi berdiri pada tanggal 24 oktober 1945 yang maksud dan tujuannya tidak jauh berbeda dengan Liga Bangsa-Bangsa.
SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
J.G.Starke menguraikan bahwa sumber-sumber materiil hukum internasional dapat didefenisikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu. Pada garis besarnya, bahan-bahan yang dapat dikatagorikan dalam lima bentuk, yaitu:
1) Kebiasaan;
2) Traktat;
3) Keputusan pengadilan atau badan-badan arbitrasi;
4) Karya-karya hukum;
5) Keputusan atau ketetapan organ-organ/lembaga internasional.
Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional menetapkan bahwa sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara-perkara adalah:
1) Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum maupun khusus;
Konvensi-konvensi atau perjanjian-perjanjian internasional merupakan sumber hukum internasional. Konvensi-konvensiitu dapat berbentuk bilateral bila yang menjadi pihak hanya dua negara dan multiteral bila yang menjadi pihak lebih dari dua negara. Kadang-kadang suatu konvensi disebut regional bila yang menjadi pihak hanya negara-negara dari suatu kawasan. Konvensi multiteral dapat bersifat universal bila menyangkut seluruh negara di dunia.
Konvensi-konvensi internasional yang merupakan sumber utama hukum internasional adalah konvensi yang berbentuk law-making treaties yaitu perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan prinsip-prinsip dsn ketentuan-ketentuan yang berlaku secara umum.
Contoh:
a) Konvensi-konvensi den haag 1899 dan 1907 mengenai Hukum Perang dan Penyelesaian Sengketa Secara Damai.
b) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1945.
Di samping itu terdapat sejumlah perjanjian mengenai kawasan bebas senjata nukril yang bersifat regional yaitu:
a) Treaty of Tlatelolco yang meliputi wilayah Amerika Latin dan Karibia (1967).
b) Treaty of Rarotongan meliputi kawasan Pasifik Selatan (1986)
2) Kebiasaan internasional (international costum);
Hukum kebiasaan berasal dari praktek negara-negara melalui sikap dan tindakan yang diambilnya terhadap suatu persoalan. Bila suatu negara mengambil suatu kebijaksanaan dan kebijaksanaantersebut diikuti oleh negara-negara lain dan dilakukan berkali-kali serta tanpa adanya protes atau tantangan dari pihak lain maka secara berangsura-angsur terbentuklah suatu kebiasaan.
Hukum kebiasaan dapat berubah sesuai perkembangan kebutuhan internasional sedangkan terhadap ketentuan-ketentuan hukum positif harus melalui prosedur yang lama dan berbelit-belit.
3) Prinsip-prinsip umum hukum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
Sumber ketiga hukum internasional adalah prinsip-prinsip umum hukum yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum nasional negara-negara. Walaupun hukum nasional berbedda dari satu negara ke negara lain namun prinsip-prinsip pokoknya tetap sama. Prinsip-prinsip umum diambil dari sistem-sistem nasional dapat mengisi kekosongan yang terjadi dalam hukum internasional.
4) Keputuasan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (teachings of the most highly qualified publicists) merupakan sumber tambahan hukum internasional.
Keputusan-keputusan pengadilan memainkan peranan yang cukup penting dalam membantu pembentukan norma-norma baru hukum internasional. Seperti keputusan-keputusan mahkamah internasional. Dan mahkamah juga diperbolehkan untuk memutuskan suatu perkara secara ex aequo et bono yaitu keputusan yang bukan atas pelaksanaan hukum positif tetapi atas dasar prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
D. HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
Mengenai hubungan antara perangkat hukum ini terdapat 2 aliran yaitu:
1) Monisme:
Semua hukum merupakan satu sistem kesatuan hukum yang mengikat apakah terhadap idividu-individu dalam suatu negara ataupun terhadap negara-negara masyarakat internasional.
2) Dualisme:
Menganggap bahwa hukum internasional dan hukum nasionaladalah 2 sistem hukum yang terpisah, berbeda satu sama lain.
• Perbedaan sumber hukum
Hukum nasional bersumberkan pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis suatu negara sedangkan hukum internasional berdasarkan pada hukum kebiasaan dan hukum yang di lahirkan atas kehendak bersama negara-negara dalam masyarakat internasional.
• Perbedaan mengenai subjek
Subjek hukum nasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu negara sedangkan subjek hukum internasional adalah negara-negara anggota masyarakat internasional.
• Perbedaan mengenai kekuatan hukum
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
A. NEGARA SEBAGAI SUBJEK UTAMA HUKUM INTERNASIONAL
UNSUR-UNSUR KONSTITUTIF
Bagi pembentukan suatu Negara yang berupakan subjek penuh hukum internasional diperlukan unsure-unsur kenstitutif sebagai berikut:
1. Penduduk yang tetap
2. Wilayah tertentu
3. Pemerintah
4. Kedaulatan
1. PENDUDUK YANG TETAP
Penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa memandang suku,bahasa,agama,dan kebudayaan,yang hidup dalam suatu masyarakat dan yang terikat dalam suatu Negara melalui hubungan yuridik dan politik yang diwujudkan dalam bentuk kewarganegaraan.
Dalam unsur kependudukan ini harus ada unsur kediaman secara tetap.Penduduk yang tidak mendiami suatu wilayah secara tetap dan selalu berkelana (nomad) tidak dapat dinamakan penduduk sebagai unsure konstitutif pembentukan suatu Negara.
Pada umumnya ada tiga cara penetapan kewarganegaraan sesuai hukum nasional yaitu:
1. Jus Sanguinis
Ini adalah cara penetapan kewarganegaraan melalui keturunan.
Menurut cara ini,kewarganegaraan anak ditentukan oleh kewarganegaraan orang tua mereka.
2. Jus Soli
Menurut system ini kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya dan bukan kewarganegaraan orangtuanya
3. Naturalisasi
Suatu Negara memberikan kemungkinan bagi warga asing untuk memperoleh kewarganegaraan setempat setelah memenuhi syarat-syarat tertentu,seperti setelah mendiami Negara tersebut dalam waktu yang cukup lama ataupun melalui perkawinan
2. WILAYAH TERTENTU
Adanya suatu wilayah tertentu mutlak bagi bembentukan suatu Negara.Tidak mungkin ada suatu Negara tanpa wilayah tempat bermukimnya penduduk Negara tersebut.Disamping itu,suatu wilayah tidak perlu luas bagi didirikannya suatu Negara.
Sebagaimana disebutkan sebelum ini,hukum internasional tidak menentukan syarat berapa harusnya luas suatu wilayah untuk dapat dianggap sebagai unsur konstitutif suatu Negara.
Wilayah suatu Negara terdiri dari daratan,lautan,dan udara diatasnya.Konsferensi PBB III mengenai hukum laut telah mengelompokkan sebagian besar Negara didunia atas tiga kelompok,yaitu kelompok Negara-negara pantai (the coastal setates group),dan Negara-negara secara geografis tidak menguntungkan (the geographically disa devantaged states group).
3. PEMERINTAHAN
Sebagai suatu person yuridik,Negara memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurkan kehendaknya.Sebagai titular dari kekuasaan,Negara hanya dapat melaksanakan kekuasaan tersebut melalui organ-organ yang terdiri dari individu-individu.Yang dimaksut dengan pemerintahan,biasanya badan eksekutif dalam suatu Negara yang dibentuk melalui prosedur konstitusional untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang ditugaskan rakyat kepadanya.Dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat ini yang diinginkan oleh hukum internasional ialah bahwa pemerintah tersebut mempunyai kekuasaan yang efektif atas seluruh penduduk dan wilayah negaranya.Yang dimaksut efektif pemerintah tersebut mempunyai kapasitas riil untuk melaksanakan semua fungsi kenegaraan termasuk pemeliharaan keamanan dan tata tertib didalam negeri dan pelaksanaan berbagai komitmen diluar negeri.
4. KEDAULATAN
Pasal 1 konvensi montevidieo 27 desember 1933 mengenai hak-hak dan kewajiban Negara menyebutkan bahwa unsure kontitutif ke-4 bagi pembentuk Negara adalah capacity to enter into relations with other states.Konfensi montevidieo ini merupakan suatu kemajuan bila dibandingkan dengan konsepsi klasik pembentukan Negara yang hanya mencakup tiga unsure konstitutif yaitu penduduk,wilayah dan pemerintah.Bagi konvensi tersebut ketiga unsur itu belum cukup menjadikan suatu entitas sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
PENGERTIAN NEGATIF
Kedaulatan dapat berarti bahwa Negara tidak tunduk pada ketentuan- ketentuan hukum internasional yang mempunyai status yang lebih tinggi
Kedaulatan berarti bahwa Negara tidak tunduk pada kekuasaan apapun dan dari manapun datangnya tanpa persetujuan Negara yang bersangkutan.
PENGERTIAN POSITIF
Kedaulatan memberikan kepada titulernya yaitu Negara pimpinan tertinggi atas warganegaranya.Ini yang dinamakan wewenang penuhdari suatu Negara.
Kedaulatan memberikan wewenang kepada Negara untuk mengeksploitasi sumber-sumber alam wilayah nasional bagi kesejahteraan umum masyarakat banyak.
PERSOALAN PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL
Pengakuan dalam hukum internasional merupakan persoalan yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan politik.
Arbittrasi,Konferensi Perdamain mengenai Yugoslavia,pengakuan merupakan suatu perbuatan berhati-hati yang dapat dilakukan Negara disaat yang dikehendaki nya dan dalam bentuk yang ditentukannya secara bebas.
PENGAKUAN NEGARA
Pengakuan adalah pernyataan dari suatu Negara yang mengakui suatu Negara lain sebagai subjek hukum internasional.
Untuk mengakui suatu Negara baru pada umumnya Negara-negara memakai kreteria,antara lain sebagai berikut:
• .Keyakinan adanya stabilitas di Negara tersebut
• .Dukungan umum dari penduduk,dan
• .Kesanggupan dan kemaun untuk melaksanakan kewajiban –kewajiban internasional.
BENTUK-BENTUK PENGAKUAN
1. PENGAKUAN SECARA TERANG-TERANGAN DAN INDIVIDUAL
Pengakuan seperti ini berasal dari pemerintah atau organ yang berwenang di bidang hubungan luar negeri.Cara yang paling sering dilakukan ialah:
a.Nota Diplomatik,suatub pernyataan atau Telegram
Pengakuan individual ini mempunyai arti diplomatic tersendiri bila diberikan oleh suatu Negara kepada Negara bekas jajahannya atau kepada Negara yang sebelumnya bagian dari Negara yang memberikan pengakuan.
b.Suatu Perjanjian Internasional:
• .Pengakuan Prancis terhadap Laos tanggal 19 juli 1949 dan Kamboja 18 november 1949.
• Pengakuan Jepang terhadap Korea tanggal 8 september 1951 melalui pasal 12 Peace Treaty.
• Pengakuan timbal balik italia –vantikan melalui pasal 26 Treaty Of Latran 14 pebruari 1929.
2. PENGAKUAN SECARA DIAM-DIAM
Pengakuan implicit ini terjadi bila suatu Negara mengadakan hubungan dengan pemerintah atau Negara baru dengan mengirimkan seorang wakil diplomatic,mengadakan pembicaraan dengan pejabat-pejabat resmi ataupun kepala Negara setempat,membuat persetujuan dengan Negara tersebut .
1. PENGAKUAN SECARA KOLEKTIK
Pengakuan secara kolektik ini diwujudkan dalam suatu perjanjian internasonal atau konferensi multilateral.
2. PENGAKUAN SECARA PREMATUR
Dalam pengakuan internasional terdapat pula contoh-contoh dimana suatu Negara memberikan pengakuan kepada Negara yang baru tampa lengkapnya unsur-unsur konstitutif yang harus dimiliki oleh entitas yang baru tersebut untuk menjadi suatu Negara.
Kasus pengakuan prematur ini sering terjadi pada Negara yang memisahkan diri dari Negara induk.
Dapatlah dikatakan bahwa pengakuan yang mendahului kelengkapan unsur-unsur konstitutif ini merupakan suatu kecenderungan yang memberikan dorongan kepada entitas yang baru untuk menjadi Negara merdeka.
PENGAKUAN PEMERINTAH
Pengakuan pemerintah ialah suatu pernyataan dari suatu Negara tersebut telah siap dan bersedia berhubungan dengan pemerintahan yang baru diakui sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama Negaranya.
Terhadap suatu Negara juga berakti pengakuan terhadap pemerintah Negara tersebut karena tidak mungkin mengakui suatu entitas baru tampa mengakui lembaga operasionalnya yaitu pemerintah.
0 komentar:
Posting Komentar