Selasa, 08 Juni 2010

sosiologi hukum

FUNGSI SOSIOLOGI HUKUM DALAM MENILAI KINERJA
HUKUM DITENGAH MASYARAKAT

Oleh :
Agus Kamaruzzaman

A. Pendahuluan
Selain sebagai kontrol sosial, hukum juga berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social engineering . Alat pengubah masyarakat yang dimaksudkan oleh Roscoe Pound, dianalogikan sebagai suatu proses mekanik. Hal itu terlihat dengan adanya perkembangan industri dan transaksi-transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai dan norma baru. Peran "pengubah" tersebut dipegang oleh hakim melalui "interpretasi" dalam mengadili kasus yang dihadapinya secara "seimbang" (balance). Interpretasi-interpretasi tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut.
1. Studi tentang aspek sosial yang aktual dari lembaga hukum.
2. Tujuan dari pembuat peraturan hukum yang efektif.
3. Studi tentang sosiologi dalam mempersiapkan hukum.
4. Studi tentang metodologi hukum.
5. Sejarah hukum.
6. Arti penting tentang alasan-alasan dan solusi dari kasus-kasus individual yang pada angkatan terdahulu berisi tentang keadilan yang abstrak dari suatu hukum yang abstrak.


Keenam langkah tersebut perlu diperhatikan oleh hakim atau praktisi hukum dalam melakukan "interpretasi" sehingga perlu ditegaskan, bahwa dengan memperhatikan temuan-temuan tentang keadaan sosial masyarakat melalui bantuan ilmu sosiologi, akan terlihat adanya nilai-nilai atau norma-norma tentang "hak" individu yang harus dilindungi, unsur-unsur tersebut kemudian dipegang oleh masyarakat dalam mempertahankan apa yang disebut dengan hukum alam (natural law).
Karena hukum selalu terbuat (secara pasif) atau dibuat (secara aktif) untuk suatu masyarakat, maka hukum nasional Indonesia yang harus kita bentuk itu pun harus dibuat untuk masyarakat yang hidup dalam empat gelombang peradaban .
Kalau melihat keberadaan hukum pada masa berkembangnya natural law atau hukum alam, Roscoe Pound menganjurkan agar konsepsi-konsepsi tentang norma dan nilai yang ditemukan dan disusun dari hasil pelaksanaan interpretasi analogi itu dikembangkan, sehingga dapat dilakukan usaha untuk mengembangkannya ke dalam suatu sistem hukum (legal system). Oleh karena itu, legal system atau sistem hukum yang telah terbentuk itu dapat diaplikasikan ke dalam proses (kegiatan) peradilan (sebagaimana yang dikemukakan oleh Austin). Kegiatan penggalian dan pembentukan sistem hukum, serta pengaplikasiannya di pengadilan, oleh Pound disebut sebagai proses "administrasi hukum". Pound mencoba memperlihatkan bagaimana cara Amerika membentuk sistem hukum dengan mengembangkan administrasi peradilan (administration of justice), untuk sekaligus mengembangkan ilmu hukumnya. Cara yang ditempuh antara lain dengan memperhatikan hal berikut.
1) Pertimbangan-pertimbangan pengadilan dalam menetapkan suatu keputusan yang adil; hukum yang standar seperti halnya dengan standar memelihara, standar keterbukaan, dan standar tentang kepentingan umum; kekuatan ahli hukum untuk mempertahankan keputusan-keputusan yang bersifat umum dengan memperluas penerapan hukum; penemuan hukum terhadap kasus tertentu yang harus diputuskan; penetapan hukum yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh individu; metode informal dari suatu administrasi peradilan untuk peradilan rendah; pengadilan administrasi.
2) Adanya ide dari Austin di atas mengenai proses (kegiatan) peradilan, menimbulkan pertanyaan: Apakah proses peradilan ini termasuk ilmu hukum. Sebab secara kolektif, aktivitas tersebut termasuk peraturan hukum sebagai salah satu sisi dari proses social control, dan aktivitas peradilan itu diarahkan pada penyesuaian hubungan, komponen gagasan yang berlebihan, menjaga kepentingan-kepentingan dengan membuat garis pemisah yang tegas antara masing-masing keinginan (hak) yang mungkin dapat dipertahankan, sehingga gugatan keinginan yang diajukan dapat memuaskan semua pihak.
3) Bila hukum merupakan suatu social control dan sekaligus dapat dijadikan agent of social change, maka hukum memuat prinsip, konsep atau aturan, standar tingkah laku, doktrin-doktrin, dan etika profesi, serta semua yang dilakoni oleh "individu" dalam usaha memuaskan kebutuhan dan "kepentingannya".
Roscoe Pound mengemukakan bahwa agar hukum dapat dijadikan sebagai agen dalam perubahan sosial atau yang disebutnya dengan agent of social change, maka pendapatnya dikuatkan oleh Williams James yang menyatakan bahwa "di tengah-tengah dunia yang sangat terbatas dengan kebutuhan (Kepentingan) manusia yang selalu berkembang, maka dunia tidak akan dapat memuaskan kebutuhan (kepentingan) manusia tersebut." Di sini terlihat bahwa James mengisyaratkan "hak" individu yang selalu dituntut untuk dipenuhi demi terwujudnya suatu kepuasan, tidak akan pernah terwujud sepenuhnya, dan akan selalu ada pergeseran-pergeseran antara "hak" individu yang satu dengan "hak" individu yang lainnya. Untuk itulah dituntut peran peraturan hukum (legal order) untuk "mengarahkan" manusia menyadari "keterbatasan dunia" tersebut, sehingga mereka berusaha untuk membatasi diri dengan mempertimbangkan sendiri tuntutan terhadap pemuasan dan keamanan kepentingannya. Tuntutan yang sama juga akan diajukan oleh individu lain sehingga mereka dapat hidup berdampingan secara damai atau berada dalam keadaan keseimbangan (balance). Hukum sebagai social engineering berkaitan dengan fungsi dan keberadaan hukum sebagai pengatur dan penggerak perubahan masyarakat, maka interpretasi analogi Pound mengemukakan "hak" yang bagaimanakah seharusnya diatur oleh hukum, dan "hak-hak" yang bagaimanakah dapat dituntut oleh individu dalam hidup bermasyarakat. Pound mengemukakan bahwa yang merupakan "hak" itu adalah kepentingan atau tuntutan-tuntutan yang diakui, diharuskan dan dibolehkan secara hukum, sehingga tercapai suatu keseimbangan dan terwujudnya apa yang dimaksud dengan ketertiban umum.
Bila diperhatikan apa yang dimaksud dengan "hak" oleh Pound, akan terlihat adanya kaitan yang erat antara "hak" dengan jural postulates sebagaimana yang dikemukakan oleh Kohler. Dalam hal mewujudkan kepentingan umum di antara pertentangan kepentingan, terutama bagi suatu masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok individu yang cukup besar, diperlukan suatu kebijaksanaan dari legal institution atau political institution yang telah terbentuk untuk mewujudkan suatu kebijaksanaan dan keamanan umum (public safety). Untuk terwujudnya keamanan umum dimaksud, akan diperlukan suatu kebijaksanaan untuk menyusun "dalil-dalil perdamaian" (postulates peace), yang dapat melindungi "hak" individu, seperti yang dicontohkan oleh Pound dengan dalil terang-terangan, atau masalah korupsi, dan masalah sosial lainnya, yang dapat menyebabkan terganggunya keamanan (ketenteraman umum).
Kebijaksanaan untuk menyusun dalil-dalil keamanan dimaksud, terletak pada kreasi pengadilan dengan melakukan interpretasi yang selalu memperhatikan perkembangan norma-norma dan nilai-nilai tentang "kepentingan umum" dan "keamanan umum" yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga terwujud suatu "keseimbangan kepentingan", di satu sisi kepentingar individu dan masyarakat untuk terpenuhi "haknya", di sisi lain kepentingan political institution (maksudnya pemerintah) sebagai lembaga yang terwujud dari kelompok-kelompok individu, untuk menjaga "keamanan umum" dari kepentingan-kepentingan sosial dalam kehidupan individu manusia yang terwujud dari adanya kehidupan bersama di dalam suatu individual human life. Selanjutnya, uraian Pound tentang interpretation yang terlihat dari adanya temuan-temuan norma dan nilai yang telah dilakukan oleh para pemikir dan penulis ilmu pengetahuan tentang hukum, perlu diperhatikan oleh para praktisi hukum dengan melakukan apa yang disebutnya interpretasi analogi, demi terwujudnya ide hukum, yaitu "keseimbangan".

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan yang yang muncul adalah bagaimanakan fungsi sosiologi hukum dalam menilai kinerja hukum ditengah masyarakat.


C. Pembahasan
Pendekatan yundis empiris dalam menyelesaikan persoalan hak dan kewajiban merupakan suatu penyelesaian hukum berdasarkan kenyataan sosial dalam masyarakat. Dalam hal ini dikemukakan suatu kondisi masyarakat tertentu, untuk kemudian dilihat penyelesaian hukumnya.
Perubahan dan pembauran masyarakat yang dibiarkan secara alami mungkin mengakibatkan perkembangan masyarakat kearah yang tidak diinginkan atau bahkan mengakibatkan kemunduran dan kekacauan (anarki). Sedangkan perubahan dan pembauran yang dilakukan secara revolusioner dan dalam waktu yang singkat, kurang berakar dalam masyarakat yang ada sebelumnya .
Dalam Repelita yang kedua, yaitu pada tahun 1974 Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menjadi konsep perkembangan yang terencana dan dilakukan dengan teratur dan tertib. Dalam Tap. MPR. RI No. II/MPR/1988 ditentukan bahwa fungsi hukum adalah sebagai kerangka ideologis perubahan struktur dan kultur .
Sedangkan di negara-negara yang baru merdeka dan sedang berkembang persoalannya lain lagi. Di sini paling sedikit ada dua faktor yang mendesak diambilnya sikap progresif tentang hukum dan perananya dalam masyarakat, yakni :
1. Keinginan untuk secepatnya menghapuskan peninggalan kolonial dan
2. Harapan-harapan yang ditimbulkan pada masyarakat dengan tercapainya kemerdekaan.


Para sosiolog umumnya berpendapat bahwa tidak ada suatu masyarakat pun yang tidak berubah walaupun ada masyarakat yang berubah lebih cepat daripada masyarakat yang lain. Sejarah perkembangan peradilan manusia telah membuktikannya sebagai akibat perkembangan di berbagai aspek kehidupan yang mempengaruhi interaksi sosial. Perilaku manusia bukan semata-mata perilaku biologis, melainkan lebih merupakan perilaku sosiologis dan etis yang bermakna karena berdasarkan suatu filsafah mengenai makna kehidupan itu sendiri, baik yang menyangkut tujuan hidup manusia pribadi maupun yang mengarahkan ke¬hidupan manusia dalam kelompok atau masyarakat. Yang penting dan perlu kita ketahui ialah apakah pranata hukum dan norma hukum serta perilaku masyarakat pada saat ini memang benar-benar sudah sesuai dengan falsafah hidup yang oleh masyarakat Indonesia dianut sebagai suatu kebenaran. Dalam Negara Republik Indonesia falsafah ini tiada lain ialah Pancasila yang secara lebih konkret dituangkan ke dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Bahkan, Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 menginginkan agar negara Indonesia merupakan negara kesatuan di bawah satu sistem hukum nasional untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, sebagai satu kesatuan politik. Konsep pemikiran ini akhirnya dikenal se¬bagai Wawasan Nusantara.
Oleh sebab itu, dalam usaha transformasi struktur dan kultur masyarakat Indonesia kita perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
1. Struktur dan kultur masyarakat-masyarakat adat/daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.
2. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang secara sadar pada tanggal 28 Oktober 1928 mengikrarkan tekad untuk membangun satu nation (bangsa), sekalipun sadar pula bahwa, baik asal-usul maupun kultur kebudayaan kita sangat beraneka ragam.
3. Dianutnya satu falsafah hidup dan falsafah kenegaraan, yaitu falsafah- Pancasila bagi nation tersebut, yang menamakan difinya "bangsa Indonesia".

Untuk memahami bekerjanya hukum, dapat dilihat fungsi hukum itu dalam masyarakat. Fungsi hukum dimaksud, dapat diamati dari beberapa sudut pandang seperti sebagian telah dikemukkan, yaitu ;
1. Fungsi Hukum Sebagai Sosial Kontrol
Fungsi hukum sebagai sosial kontrol merupakan aspek yuridis normatif dari kehidupan sosial masyarakat atau dapat disebut pemberi definisi dari tingkah laku yang menyimpang serta akibat-akibatnya seperti larangan-larangan, perintah-perintah, pemidanaan, dan ganti rugi. Sebagai alat pengendali sosial, hukum dianggap berfungsi untuk menetapkan tingkahlaku yang baik dan tidak baik atau perilaku yang menyimpang dari hukum, dan sanksi hukum terhadap orang yang mempunyai perilaku yang tidak baik.
Setiap masyarakat mempunyai perbedaan kuantitas terhadap penyimpangan tertentu terhadap hukum. Sebagai contoh dapat diungkapkan, bagi masyarakat muslim di Mekah, orang yang berzina dikenai hukuman cambuk 100 kali bagi pezina pemuda/pemudi dan hukuman rajam bagi pezina janda/duda . lain halnya pada masyarakat muslim di Indonesia, saat ini tidak diketemukan sanksi hukum yang demikian, baik bagi pezina pemuda/pemudi maupun pezina janda/duda. Dengan demikian, tingkah laku yang menyimpang merupakan tindakan yang tergantung dari kontrol sosial masyarakat atau sanksi hukum yang dijadikan asuan untuk menerapkan hukuman. Hal ini berarti kontrol sosial adalah segala sesuatu yang dijalankan untuk melaksanakan proses yang direncanakan dan yang tidak direncanakan untuk mendidik dan mengajak warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan .
Dari uraian diatas, tampak bahwa manfaat yang dapat diperoleh dari kontrol sosial terhadap penyimpangan perilaku seseorang yang terjadi dalam masyarakat adalah pranata hukum berfungsi bersama pranata lainnya dalam melakukan pengendalian sosial. Selain itu, dapat diketahui bahwa pranata hukum itu pasif, yaitu hukum menyesuaikan diri dengan kenyataan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, terlaksana atau tidaknya fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial amat ditentukan oleh faktor aturan hukum dan pelaksana hukum
2. Fungsi Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat
Hukum berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat yang disebut oleh Roscoe Pound a tool of social engineering . Perubahan masyarakat dimaksud terjadi bila seseorang atau sekelompok orang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial dan di dalam melaksanakan hal itu langsung tersangkut tekanan-tekanan untuk melakukan perubahan, dan mungkin pula menyebabkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga lainnya. Sebagai contoh dapat diungkapkan bahwa sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah (pindah) dari kota Mekah ke Kota Madinah, penduduk yang mendiami kota Madinah selalu berperang (suku Aus dan suku Khazraj)
Namun, sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah ke kota Madinah, penduduk Madinah tidak ditemukan berperang karena tunduk dan patuh kepada kepemimpinan Muhammad SAW sebagai kepala negara yang mengayomi seluruh penduduk Madinah. Melihat hal ini, tampak bahwa hukum yang dijadikan acuan oleh penduduk Madinah di bawah kepemimpinan Muhammad SAW mengubah masyarakat yang suka berperang diantara suku-suku menjadi masyarakat yang bersatu dan tunduk kepada hukum.
Ada 4 (empat) faktor minimal yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Faktor dimaksud diungkapkan sebagai berikut ;
1) Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-ajaran hukum.
2) Melakukan studi sosiologis dalam mempersiapkan peraturan perundang-undangan serta dampak yang ditimbulkan dari undang-undang itu.
3) Melakukan studi tentang peraturan perundang-undangan yang efektif.
4) Memperhatikan sejarah hukum tentang bagaimana suatu hukum itu muncul dan bagaimana diterapkan dalam masyarakat.
Selain empat faktor di atas, yuris yang beraliran sosiologis melihat hukum sebagai suatu lembaga sosial yang dapat disempurnakan melalui usaha-usaha manusia yang dilakukan secara cendekia, dan menganggap sebagai kewajiban mereka untuk menemukan cara-cara yang paling baik untuk memajukan dan mengarahkan usaha itu
3. Fungsi Hukum Sebagai Simbol Pengetahuan
Fungsi hukum sebagai simbol merupakan makna yang dipahami oleh seseorang dari suatu perilaku warga masyarakat tentang hukum. Sebagai contoh dapat dikemukakan, seseorang yang mengambil barang orang lain dengan maksud memiliki, dengan jalan melawan hukum, oleh hukum pidana disimbolkan sebagai tindakan pencurian. Karena itu simbol pencuri, berarti orang itu perilakunya menyimpang dalam bentuk pencurian.
4. Fungsi Hukum Sebagai Instrumen Politik
Fungsi hukum sebagai alat politik dapat dipahami bahwa dalam sistem hukum di Indonesia peraturan perundang-undangan merupakan produk bersama DPR (dewan perwakilan rakyat) dengan pemerintah sehingga antara hukum dan politik amat susah dipisahkan. Hukum dimaksud adalah yang berkaitan langsung dengan negara. Namun demikian, hukum sebagai alat politik tidak dapat berlaku secara universal, sebab tidak semua hukum diproduksi oleh
5. Fungsi Hukum Sebagai Alat Integrasi
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai berbagai kepentingan dari warganya. Di antara kepentingan itu ada yang sesuai dengan kepentingan lain dan ada juga yang tidak sesuai sehingga menyulut konflik dengan kepentingan lain. Oleh karena itu, hukum berfungsi sebelum terjadi konflik dan sesudah terjadi konflik. Fungsi hukum sebelum terjadi konflik dapat diungkapkan contohnya: Si A membeli baju kepada penjual B sehingga si A menyerahkan harga baju kepada si B dan si B menyerahkan baju kepada si A (jual beli). Lain halnya fungsi hukum sesudahterjadi konflik. Misalnya: penjual menyerahkan barang kepada pembeli, tetapi pembeli tidak mau membayar harga barang yang diterimanya dari penjual.




D. Kesimpulan
Sosiologi hukum mempergunakan hukum sebagai titik pusat penelitiannya. Dengan berpangkal pada kaidah-kaidah yang diuraikan dalam undang-undang, keputusan –keputisan pemerintah, peraturan-peraturan, kontrak, keputusan-keputusan hakim, tulisan-tulisan yang bersifat yuridis dan dalam sumber-sumber yang lain, sosiologi hukum menyelidiki, adakah dan sampai di manakah kaidah-kaidah tersebut dengan sungguh dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat, dengan perkataan lain hingga mana hidup mengikutinya atau menyimpang daripadanya, dengan maksud mencapai pencatatan tentang aturan-aturan hukum yang sebagai kenyataan diikuti dalam pergaulan masyarakat. Selanjutnya, dari sangkut paut sosiologis antara hukum dan gejala-gejala lainnya, ia mencoba menerangkan, pada satu pihak, mengapa terdapat sesuatu peraturan hukum yang kongkrit sebagai yang kini terdapat, pada lain pihak pengaruh apa yang diadakan oleh peraturan hukum tersebut atas gejala-gejala masyarakat lainnya. Jadi misalnya sosiologi hukum akan mencoba menyelidiki hubungan yang terdapat antara susunan hu¬kum sesuatu masyarakat dengan bentuk ekonominya, atau pengaruh apa yang dilakukan oleh pandangan-pandangan agama yang berlaku dalam masyarakat itu terhadap hukum, dsb.
Di atas telah ditunjukkan, betapa besar arti pengetahuan hubungan-hubungan masyarakat, jadi arti sosiologi hukum untuk perundang-undangan, pengadilan dan ajaran hukum. Kini arti tersebut umum diakui, sebagai ternyata dari hal, bahwa dalam sejumlah buku-buku dan tulisan-tulisan, yang bertujuan memberikan penjelasan tentang hukum positif, lebih banyak dipergunakan bahan sosiologi hukum daripada dalam buku-buku yang tak sedikit pula jumlahnya, yang memakai nama „sosiologi hukum".
Dari uraian-uraian di atas, dapat diketahui manfaat kajian sosiologi hukum terhadap bekerjanya hukum di dalam masyarakat sehingga ditemukan fungsi-fungsi hukum dalam mengatur warga masyarakat dalam berinteraksi antara seorang/kelompok dengan orang/kelompok lain.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002
C.F.G Sunaryati Hartono, Bhenika Tunggal Ika, Sebagai Asasa Hukum Bagi Pembangunan Hukum Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
Erman Rajagukguk, Hukum dan Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta, 1983
Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, Ghalia Indonesia, 1983
Zainuddin, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006

1 komentar:

Anonim mengatakan...

makasih y artikelnya.
dengan ini ilmu saya bertambah

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates